Mata Kuliah : Eksegese
Perjanjian Lama
Dosen
pengampu : Dr. Harianto
D.Th
Genre,
Bentuk, dan Skema
Genre
Bentuk
sastra (genre) dari Kitab Ulangan ini
adalah kitab-kitab hukum karena kitab ini berisikan campuran antara hukum agama
dan hukum sipil, juga beberapa kisah yang lebih tepat disebut ssastra cerita sejarah. Ulangan merupakan
pangkal pokok dalam kehidupan Israel kuno. Isinya menyimpan tradisi yang kuno
pada waktu pemunculannya. Beberapa tradisi hukum yang diturunkan oleh aliran
Ulangan mempunyai asal usul pada zaman pra Israel dari Timur Tengah kuno. Klausule
dokumen yang paling mungkin dalam Ulangan adalah perintah bahwa sesudah umat
Israel sampai di negeri Perjanjian mereka harus mendirikan batu-batu besar dan
menuliskan hukum Taurat padanya (27:2-3; bdg. Yos. 8:30-31). Pasal 31-32 adalah
bagian saksi. Musa diperintahkan untuk menggubah sebuah nyanyian yang berfungsi
sebagai saksi (31:19-22; bdg. 32:39-43, dimana nyanyian tersebut meliputi
sumpah Tuhan); baik Kitab Taurat maupun langit dan bumu dipanggil sebagai saksi
(31:26-28). Berkat-berkat dan kutuk terdapat di pasal 28. Kitab Ulangan sebagai
sebuah dokumen resmi yang mengesahkan suatu hubungan formal antara Tuhan dan
Israel, dengan Tuhan sebagai raja yang berkuasa dan Israel sebagai raja
bawahan. Fakta raja bawahan di Timur Dekat kuno memberikan pada kita latar
belakang sastra untuk memahami kitab Ulangan. Fakta raja bahawan di Timur Dekat
kuno memberikan juga pada kita latar belakang sastra untuk memahami kitab
Ulangan. Fakta yang baku meliputi (1) prakata yang memperkenalkan pembicara,
biasanya raja yang berkuasa, pemrakarsa pakta itu; (2) Prolog sejarah yang
menekankan kebajikan dan kekuasaan penguasa itu; (3) ketetapan-ketetapan yang
memerincikan apa yang diharapkan dari raja bawahan itu; (4) pernyataan mengenai
pengunjukan dokumen, tempat penyimpanan atau syarat-syarat untuk dibaca secara
berkala; (5) daftar saksi-saksi, biasanya ilah-ilah; dan (6) kutukan atau
berkat yang akan dinyatakan oleh ilah-ilah itu sesuai pelaksanaan
ketetapan-ketetapan itu. [1] Inti
kitab Ulangan dan Kitab-Kitab Sejarah Deuteronomis adalah hubungan kasih antara
umat dengan Allah dan dengan sesamanya adalah Kasih Allah. Kasih Allah
mendahului segalah tuntutan Allah kepada umat yang nyata dalam berbagai
peraturan, ketetapan, dan hukum yang terdapat dalam kitab Ulangan. Allah
mengikat perjanjian dengan Israel bukan karena kehebatan atau kebaikan Israel,
melainkan semata-mata karena kasih Allah (Ul. 7:7-9). Deuteronomis juga sangat
menekankan tauhidnya yang dapat kita baca dalam Ulangan 4:19 dan seterusnya;
6:4. Hukum yang pertama dalam dekalog Ulangan ialah larangan menyembah ilah
lain (Ul. 5:6,7). Tauhid dan larangan menyembah ilah lain sangat penting pada
zaman Ulangan. Dan juga kitab Ulangan mengenai hukum kewajiban yang harus
dilakukan kepada Allah yang telah menyelamatkan, yaitu mengasihi Allah dengan
segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan (Ul. 6:5).seorang Begitu juga
bagaimana seharusnya seorang raja mewujudkan kasihnya kepada bangsanya, Ia
harus memerintah dengan yang benar dan adil, sesuai ketetapan, peraturan, dan
hukum Allah (Ul. 17:14-20), bagaimana seorang hakim mengasihi sesamanya, ia
harus melakukan peradilan yang benar dan adil (Ul. 16:18-20), ia harus mampu
menghapus hutang sesama yang tidak mampu mengembalikan pinjamannya (Ul.
15:1-11). Kewajiban yang harus dilakukan umat adalah semua yang diatur dalam
bagian Kitab Ulangan yang disebut hukum Deuteronomis, terutama yang terdapat
dalam Ulangan 12-26 yang diakhiri dengan ucapan berkat kutuk sebagai penutup
dari semua tuntutan itu (Ul. 28).[2]
Kitab
Ulangan merupakan salah satu kitab yang paling penting dan berpengaruh di
antara kitab-kitab Ibrani. Kitab ini menyajikan pandangan teologis yang
mempengaruhi nabi-nabi terdahulu (Yosua, Hakim-Hakim, Samuel, dan Raja-Raja),
sekarang dikenal sebagai Sejarah Deuteronomis Israel. Kitab Ulangan juga
mempengaruhi sejarah Tawarikh Israel ( Tawarikh, Ezra, dan Nehemia). Penafsiran
kembali secara Deuteronomis atas pokok-pokok penting dari hukum kuno dan
sejarah Israel menyajikan suatu pola bagi para rabi, yang menerbitkan Misnah
dan Talmud. [3]
Kitab terakhir dalam Pentateukh ini memperoleh namanya dari kata Yunani deuteronomion touto di Ulangan 17:18,
yang berarti “pemberian hukum yang kedua.” Sebenarnya ungkapan ini dalam naskah
Ibrani lebih tepat berarti “salinan hukum ini,” tetapi penggunaan yang populer
dari “hukum kedua” menghubungkan kitab ini dengan Perjanjian Sinai dari Kitab Keluaran,
yang berhubungan erat dengan Kitab Ulangan. Bersama dengan pengulangan Sepuluh
Hukum dalam pasal 5, Kitab Ulangan berisi banyak hukum yang sama dengan yang
ditemukan dalam Kitab Keluaran, terutama dalam Kitab Perjanjian (Kel. 21-23).
Kitab
Ulangan lebih banyak ditulis mengenai struktur kesusasteraan Kitab Ulang
daripada tentang salah satu dari keempat Kitab Pentateukh lainnya. Hal ini
disebabkan oleh kesamaan-kesamaan yang menggugah rasa ingin tahu antara Kitab
Ulangan dengan pakta-pakta Timur Dekat pada zaman purbakala. Garis besar Kitab
Ulangan mempunyai kesamaan dengan ciri-ciri utama sebuh pakta, terutama sekali
pakta-pakta orang Het pada akhir milenium kedua SM.[4] Yang
paling penting untuk memahami struktur kitab ini adalah logika pengorganisasian
dari bagian ketetapan-ketetapan. Struktur Kitab Ulangan ini terbagi menjadi
tiga unsur; pertama, Kitab Ulangan
sebagai suatu kumpulan hukum dan peraturan atau kodeks. Kedua, Kitab Ulangan sebagai suatu naskah perjanjian. Ketiga, Kitab Ulangan sebagai suatu
pidato perpisahan Musa. [5]
Pada tahun 1979, dalam Kitab Ulangan, dalam artikelnya Stephen Kaufman
mengemukakan bahwa ps. 12-26 berhubungan dengan kesepuluh Hukum. [6]
Pelayanan Musa sedang mendekati akhir. Untuk membangkutkan kepemimpinan baru
dan penaklukan dan pendudukan tanah perjanjian, Musa menasehati bangsa yang
telah dia pimpin keluar dari Mesir itu dengan sejumlah nasehat yang bersifat
umum. Hal yang sangat penting adalah pesan-pesan Musa yang disampaikan kepada
bangsanya; pertama, Musa meninjau
ulang sejarah Israel. Dengan terang dan jelas dia menunjukkan bahwa
syarat-syarat untuk memperoleh kebaikan YAHWEH adalah ketaatan kepada Hukum
Taurat dan kesetiaan kepada YAHWEH dengan sepenuh hati. Kedua, Musa dengan jelas mengingatkan mereka bahwa mereka adalah
umat perjanjian YAHWEH. Dia mengulangi kesepuluh perintah dan menunjukkan bahwa
ini adalah dasar untuk hidup Kitab Ulangan tidak
disajikan sebagai suatu perjanjian. Kitab Ulangan mempergunakan bentuk-bentuk
dari tradisi perjanjian, tetapi disajikan sebagai suatu rentetan
wajang-wejangan yang diberikan kepada Israel oleh Musa menjelang kematiannya.
Ulangan adalah wasiat Musa kepada Israel, yang akan merebut Kanaan dalam waktu
dekat. Ini bukan teks perjanjian atau kesepakatan. Kitab ini memang berisikan
unsur-unsur bentuk perjanjian, tetapi juga berisikan bahan-bahan yang tidak
dapat dimasukan ke dalam bentuk demikian (lih.
Ul. 32-34).[7]
Bentuk
Konteks
Kultural – Historis Umum
Di
Israel, sejarah tidak dipandang hanya sebagai serangkaian peristiwa yang
dinilai berkenana dengan sebab dan akibat, tetapi dilihat sebagai tindakan
Allah. Sejarah adalah bukti dari pilihan Israel – pelaksanaan rincian pemilihan
tersebut diketengahkan dalam pernyataan, “Aku akan menjadi Allahmu dan kamu
akan menjadi umat-Ku.” Sejarah tidak mengalir secara sembarangan. Tidaklah
secara kebetulan atau karena usaha manusia Israel dibawah keluar dari Mesir
sesudah empat ratus tahun berada di sana dan dimpin ke negeri yang dijanjikan
pada Abraham. Sejarah adalah penyataan dan menuntut tanggapan; itulah sebabnya
sejarah sangat penting bagi perjanjian itu. Kenyataan bahwa Allah sudah
bertindak dalam sejarah atas nama mereka merupakan panggilan nyaring dan jelas
bagi umat Israel untuk menerima pemerintah Allah yang penuh kebajikan.
Ditegaskan (Ul. 4) bahwa Israel harus belajar dari sejarah; nasihat ini diulang
dalam Perjanjian Baru mengenai penyataan dalamsejarah tentang Allah (Rom. 15:4;
I Kor. 10:1-13). Walaupun tangan Allah terlihat dalam seluruh sejarah dan
berbagai pelajaran dapat ditarik dari bagian apa saja di sejarah dunia, sejarah
Israel adalah unik sebagai suatu wahana yang secara khusus dirancang untuk
penyataan diri Allah.[8] Mengenai
Hukum Taurat . Hal ini pasti akan membingungkan orang Israel pada zaman
dahulu, karena bagi mereka tidak ada peragaan yang lebih besar dari kasih
karunia Allah daripada yang ditunjukkan dalam pemberian hukum Taurat. Di Timur
Dekat kuno, dewa-dewa tidak terkenal mantap dalam bertindak. Para pemuja
dibiarkan untuk menebak-nebak apa yang dapat menyenangkan dewa merka atau apa
yang tidak menyenangkannya, dan ini bisa berubah dari hari ke hari. Kergauan
dan ketidaktentuan itu menimbulkan kebingungan yang terus menerus, dan orang
hanya bisa mengira-ngira apakah ia berkenan atau tidak dengan cara menilai
keberuntungannya setiap hari. Hukum Taurat mengubah itu semua bagi umat Israel.
Allah mereka sudah memilih untuk menytakan diri dan memberi tahu pada mereka
dengan jelas apa yang Dia harapkan dari mereka. Di Timur Dekat kuno adalah alat
masyarkat untuk memerintah diri sendiri; di Israel hukum Taurat adalah
penyataan Allah. Di Timur Dekat kuno, pelanggaran hukum adalah pelanggaran
terhadap masyarakat; di Israel pelanggaran hukum adalah pelanggaran terhadap
Allah. Hukum di Timur Dekat kuno menekankan ketertiban dalam masyarakat; hukum
di Israel menekankan perilaku yang benar di pemandangan Allah.[9] Tempat Ibadah yang Sentral. Gagasan satu
tempat ibadah di Israel secara simbolis berhubungan dengan konsep satu Allah.
Di Timur Dekat kuno kota-kota yang berbeda mempunyai dewa pelindung yang
berbeda dengan kuil-kuil yang dibangun untuk menghormati mereka. Oleh karena
itu pantaslah bagi Israel, yang hanya mempunyai Allah yang Esa, untuk mempunyai
satu rumah ibadah yang sah. Namun, orang dapat menjumpai banyak kuil kepada
ilah yang sama di Timur Dekat kuno. Tetapi teologi mengenai kehadiran Allah
yang terus-menerus di baitu suci di Yerusalem tidak memeungkinkan adanya lebih
dari satu tempat peribadatan. Kehadiran Allah tidak dapat diwakilkan oleh
berhala-berhala seperti di agama-agama lain. Juga upacara agamanya harus
dilakukan dalam kehadiran Allah. Oleh karena itu sentralisasi penting sekali
baik karena alasan-alasan teologi maupun untuk melindungi praktik keagamaan
yang ortodoks. Kegagalan untuk melaksnakan sentralisasi itulah yang
terus-menerus menghidupkan banyak persoalan keagamaan sebelum pembuangan.[10]
Dalam geografi dunia fisik dari
Perjanjian Lama adalah Timur Dekat kuno, yang sekrarang ini biasa dikenal
sebagai Timur Tengah. Kisah-kisah Perjanjian Lama meliputi kawasan Mesopotamia
di Timur, Asia Kecil atau Anatolia di Utara, Siro-Palestina dan Mesir di barat,
dan semenanjung Arabia di selatan. Negara Irak dan Iran yang sekarang menempati
sebagian terbesar dari Mesopotamia kuno, sementara Asia Kecil sekarang ini
dikenal sebagai Turki, dan Saudi Arabia menguasahi hampir seluruh semenanjung
Arab. Hampir empat perlima bagian dari sejarah Perjanjian Lama terjadi di
daerah Siro-Palestina di pantai timur Laut Tengah. Wilayah ini sekrang meliputi
negara Siria, Libanon, Yordania, dan Israel.[11] Palestina adalah negeri Palestina
dinamai menurut bangsa Filistin (Pelishtim dalam bahasa Ibrani) yang menetap di
daerah pantai Laut Tengah dari Yope sampai Gaza sekitar tahun 1300-1200 SM.
Sebelum orang Filistin berimigrasi daerah itu dikenal sebagai Kanaan. Nama ini
mengandung arti “negeri ungu” dan barangkali nama itu diambil dari bahan
pewarna ungu yang dihasilkan oleh orang pribumi dari sejenis kerang-kerangan
yang banyak terdapat di sepanjang pantai Mediterania. Palestina sering kali
disebut sebagai pusat geografis dan teologis dari dunia purbakala. Negeri ini
tidak hanya terletak di persimpangan jalan jalur-jalur perdagangan yang penting
pada zaman purbakala, “tanah di antara” benua Afrika, Asia dan Eropa. Juga
daerah Yudaisme, Kekristenan dan Islam mengawali keberadaan mereka. Luas negeri
itu sekitar 150 mil dari Dan ke Bersyeba (utara-selatan) dan 100 mil dari Laut
Tengah ke Sungai Yordan (timur-barat), atau kasarnya seukuran kota New Jersey.
Negeri Palestina dengan mudah dalam empat daerah geografis utama yang membujur
dari utara ke selatan: daratan pantai, daerah perbuktian tengah, celah Yordan,
dan dataran tinggi Trans yordania (bdg. Ul. 1:6-8). Latitudinal utama atau
Pembagian georgafis utama Palestina melintang dari timur ke barat berkaitan
dengan segi-segi geografis negeri itu dan tapal batas politis dari dua kerajaan
Israel yang pecah. Pembagian ini meliputi daerah Galilea di utara, Samaria di
daerah utara-tengah Palestina. Yehuda di bagian selatan-tengah Palestina,
dataran Negev (atau Padang rumput” kering) di selatan, dan semenanjung Sinai
yang membentuk perintang besar antara Palestina dan Mesir.[12] Lembah Yordan adalah Lembah sungai Yordan
atau celah Yordan, adalah lembah geologis besar yang mulai di Siria di
pegunungan Libanon dan membujur ke selatan sampai ke Teluk Akaba dan Laut
Merah. Lembah sungat Yordan yang membentuk perbatasan timur Palestina adalah
bagian dari parit geologis yang berigi-rigi. Pada zaman dulu daerah sekitar
Danau Galilea berpenduduk sangat padat dan secara intensif diolah dan ditanam
dengan memakai irigasi. Lebih jauh lagi ke selatan, lembah sungat itu menyempit
dan didapati tumbuh-tumbuhan hinga berupa hutan, tampat tinggal
binatang-binatang liar pada masa Perjanjian Lam (bdg. Yer. 49:19; 50:44; Za.
11:3). Sebagian besar wilaya ujung selatan dari lembah sungai ini tidak ada
penduduknya, kecuali di tempat sungai Yabok memasuki Yordan dan di Oasisi yang
diari sumber-sumber Yerikho. Bukit-bukit tanah liat yang licin dan berlumpur
dan tumbuh-tumbuhan yang lebat dan sejajar sepanjang lembah Yordan membuatnya
tetap merupakan perintang alam antara Palestina dan dataran tinggi Trans
Yordan. Laut mati tidak mempunyai saluran keluar yang alami, dan airnya yang
melimpah dengan mineral mengandung kadar garam sampai 30 persen. Tebing-tebing
batu kapur yang berjajar sepanjang pantai barat Laut Mati dipenuhi gua-gua yang
dipergunakan sebagai tempat persembunyian untuk penyamun, pelarian politik, dan
komunitas-komunitas berbagai sekte keagamaan. Di tempat inilah di antara
pemandangan gua-gua yang “tandus” ini ditemukan guluang-gulungan naskah Laut
Mati atau gulungan-gulungan naskah komunitas Qumran. Penduduk di pinggiran
daerah padang gurun yang kering dan terpencil ini menambang endapan-endapan
bijih besi dan tembaga yang dijumpai di daerah bukit-bukit di perbatasan Araba,
atau terlibat dalam perdagangan dengan kafilah-kafilah yang melintasi daerah
itu.[13]
Konteks
Kultural – Historis Khusus
Identitas Penulis Kitab
Ulangan ditulis oleh Musa (31:9,
24-26; bd 4:44-46; 29:1) dan
diwariskan kepada Israel sebagai dokumen perjanjian untuk dibacakan seluruhnya
di hadaoan seluruh bangsa setiap tujuh tahun (31:10-13). Musa mungkin
menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang kematiannya sekitar tahun 1405 SM.[14]
Tradisi orang Yahudi dan tradisi orang Samaria setuju bahwa kitab Ulangan
dikarang oleh Musa. Dalam Neh. 8:2 disebutkan “kitab Taurat Musa”, yang dibacakan oleh Ezra kepada
orang-orang Israel sebagaimana diperintahkan oleh Musa dalam Ulangan 31:9-13.
Kemudian, dalam Ul. 1:5 dikatakan bahwa Musa menguraikan hukum Taurat, lalu
menuliskannya dan menyerahkannya kepada orang-orang Lewi (31:9). Selain itu,
kitab Ulangan dikutip lebih dari 80 kali dalam Perjanjian Baru, dan sering kali
penulis-penulis Perjanjian Baru disamping mengutip juga mengatakan bahwa kitab
itu dikarang oleh Musa. [15]
Para nabi dianggap bertanggung jawab
atas Kitab Ulangan ini, karena pada suatu saat segala sesuatu dari Alkitab
Ibrani yang bercirikan etik teologis dianggap berasal dari lingkungan pada
nabi. Tetapi, Kitab Ulangan tidaklah memperlakukan para nabi dengan baik (lih. Tafsiran Ul. 18:9-22) Penafsir lain
mengatakan bahwa Kitab Ulangan mencerminkan khotbah para Lewi. Sebenarnya tidak
ada contoh khotbah Lewi dalam Alkitab, maka tidak mungkin mengatakan bahwa
Kitab Ulangan adalah hasil dari kegiatan semacam itu. Para bijak di Israel
pernah juga dianggap sebagai penulis Kitab Ulangan ini, tetapi mereka tidak
pernah muncul dalam kitab yang mengadaikan bahwa mereka yang menyusun dan
menerbitkan kitab ini bagi bangsa Israel sebagai pola hidup mereka.[16]
Satu alasan yang menyebabkan para pakar tidak mempertahankan hubungan Musa
dengan kitab ini adalah karena kitab Ulangan mengajarkan bahwa penyembahan
harus dipusatkan pada satu tempat ibadah (Ul. 12). Keberatan-keberatan ini
menyebabkan mereka menolak kemungkinan bahwa berdasarkan logika Musa sudah
mengantisipasi soal-soal yang berhubungan dengan pemerintahan raja yang kelak
harus ditangani. Kita melihat tidak ada alasan untuk menolak bahwa kitab Ulngan
ini memang merupakan catatan yang akurat dari perkataan Musa, tetapi tidaklah
perlu bahwa Musa sendiri yang menuliskan perkataan itu, tetapi sifat dari kitab
ini dan kesatuannya memberi kesan bahwa kitab itu ditulis tidak lama setelah
perkataan itu disampaikan. [17]
Teori Hipotesis dokumen, pandangan
bahwa Pentateukh disusun dengan memakai beberapa dokumen, dan teori Deuteronomistic
History (teori bahwa penulis yang tidak dikenal telah menyusun kitab
Ulangan).[18]
Latar Belakang Penulisan Kitab
Kitab
Ulangan seluruhnya berasal sumber Deuteronomis. Sifat dan ciri tulisan
Deuteronomis sekedar mau mengulangi apa yang sudah diceritakan dan disebutkan
dalam kitab-kitab sebelumnya. Tetapi penulis sumber Deuteronomis telah
mengambil alih apa yang sudah ada sebelumnya dan menyusunnya kembali dalam
konteks pergumulan umat zaman Deuteronomis. Dan semua ciri serta sifat dari
sumber Deuteronomis ada dalam Kitab Ulangani.[19] Kitab
ini berisi amanat perpisahan Musa yang dalamnya ia mengulas kembali dan
memperbaharui perjanjian Allah dengan Israel demi angkatan Israel yang baru. Mereka
kini sudah mencapai akhir dari pengembaraan di padang gurun dan siap masuk ke
Kanaan. Sebagian besar angkata ini tidak mengingat Paskah yang pertama,
penyeberangan Laut merah, atau pemberian Hukum di Gunung Sinai. Mereka
memerlukan pengishan kembali yang bersemangat mengenai perjanjian, hukum
Taurat, dan kesetiaan Allah, dan suatu pernyataan baru mengenai berbagai berkat
yang menyet=rtai ketaatan dan kutuk yang
menyertai ketidaktaatan. [20] Selama satu generasi (40tahun) orang
Israel telah mengembara di Padang gurun Sin. Sekarang tiba saatnya mereka akan
mencapai tujuan utama sejak keluar dari Mesir, yaitu masuk tanah Kanaan. Akan
tetapi, mereka akan menghadapi juga banyak godaan yang keras dan pencobaan yang
berat di tanah baru itu, dan pemimpin baru mereka (Yosua) belum membuktikan
kesanggupannya. Oleh karena itu Musa menyampaikankan beberapa khotbah kepada
mereka. [21]
Di kitab Ulangan, Tuhan diperkenalkan sebagai raja yang bekuasa dan pemrakarsa
perjanjian. Prolog sejarah mengisahkan kembali bagaimana Tuhan sudah membwa
kaum Israel keluar dari Mesir, menyatakan diri-Nya di Sinai, dan membawa mereka
ke negeri yang sudah dinjanjikan-Nya pada Abraham, nenek motang mereka.
Ketatapan-ketetapan memenuhi sebagian besar kitab ini. [22]
Waktu
dan Alamat Penulisan Kitab
Musa mungkin
menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang kematiannya sekitar tahun 1405 SM.
Bahwa Musa menulis kitab ini ditegaskan oleh (1) Pentateukh Samaria dan Yahudi,
(2) para penulis PL (mis. Yos. 1:7; 1Raj 2:3; 2Raj 14:6; Ezr. 3:2; Neh. 1:8-9;
Dan 9:11), (3) Yesus (Mat. 19:7-9; Yoh. 5:45-47) dan penulis PB yang lain (mis.
Kis. 3:22-23; Rm. 10:19), (4) para cendekiawan Kristen zaman dahulu, (5)
cendekiawan konservativ masa kini, dan (6) bukti di dalam kitab Ulangan sendiri
(mis. Kesamaan sususnan dengan bentuk-bentuk perjanjian yang ditulis pada abad
ke-15 SM). [23]
Teori Hipotesis dokumen, pandangan bahwa
Pentateukh disusun dengan memakai beberapa dokumen, dan teori Deuteronomistic
History. Kedua teori tersebut menentukan tanggal penulisan Kitab Ulangan
pada bagian akhir abad ketuju SM dan memandangnya sebagai dokumen dasar untuk
pembaharuan yang dilakukan oleh Raja Yosia pada tahun 622. Kendati fungsinya
dalam pembaharuan oleh Raja Yosia tak perlu dipersolakan lagi, makin banyak
orang berpendapat bahwa kitab Ulangan berisi banyak bahan yang menunjuk pada
masa yang lebih awal dari abad ketujuh.[24]
Lebih dari lima puluh pakta seperti itu sudah ditemukan di Timur Dekat kuni
yang waktunya berkisar dari pertengahan milenium-ketiga sampai pada pertengahan
milenium-pertama SM. [25]
Dengan memperhatikan bukti, tidak mungkin menerima pendapat beberapa sarjana
bahwa kitab ini dikarang pada masa pemerintahan Yosia, kira-kira 600 tahun
sesudah Musa.[26]
Karena itu, Kitab Ulangan kemungkinan ditulis pada abad ke-8 SM. Menurut
beberapa ahli kitab ini ditulis pada zaman pemerintahan Raja Hizkia. Ada pula
yang mengatakan bahwa Kitab Ulangan ditulis di Israel Utara. Ketika Kerajaan
Israel Utara dihancurkan oleh Asyur pada tahun 721 SM (band. E. W. Nicholson, Deuteronomy and Tradition. hal 58-63)
gulungan Kitab Ulangan dibawa ke Kerajaan Selatan/ Yehuda dan disembunyikan di
Bait Allah. Gulungan itulah ditemukan pada imam ketika diadakan renovasi Bait
Allah di Yerusalem pada masa pemerintahan Raja Yosia. Raja Yosia mengadakan
reformasi pada tahun 622 SM.[27]
Tujuan Penulisan Kitab
Sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua
untuk penaklukan Kanaan, maksud Musa mula-mula ialah untuk menasihati dan
mengarahkan angkatan Israel yang baru tentang (1) perbuatan-perbuatan perkasa
dan janji-janji Allah, (2) kewajiban mereka bertalian dengan perjanjian untuk
beriman dan taat, dan (3) perlunya mereka menyerahkan diri untuk takut kepada
Tuhan, hidup di dalam kehendak-Nya, serta mengasihi dan menghormati Dia dengan
segenap hati, jiwa dan kekuatan mereka. [28]
Ketika Musa berhenti, ia mempercayakan kepemimpinan kepada Yosua dan pelayanan
pengajarannya kepada para imam. Musa sekali lagi menceritakan kelahiran dan
masa kanak-kanan bangsa itu, yang telah dipimpinnya keluar dari perbudakan
Mesir, menuju perbatasan Kanaan dan, mengucapkan berkat untuk masing-masing
suku. [29]
Kitab Ulangan dimaksudkan untuk merumuskan ketaatan dan dengan demikian
mendorong ketataan dan memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai perjanjian
yang diadakan antara Israel dengan Tuhan di Sanai. Tujuan dari bagian
ketetapan-ketetapan adalah untuk menghadapi semangat hukum. Pesan dari kitab
ini adalah pesan hukum dan pesan perjanjian.[30]
Musa mengajurkan umat Israel agar beriman dan taat, memperingatkan mereka
tentang bahaya penyembahan berhala dan kemurtadan, dan tentang hukuman yang
akan menimpa bangsa yang meninggalkan prinsip-prinsip Perjanjian Sinai.
Sekaligus dia juga menjanjikan banyak berkat dari Tuhan andaikata Israel tetap
setia melakukan tugasnya.[31]
Ciri Khas Penulisan Kitab
Empat ciri khas menandai Ulangan.
(1) Ulangan menyediakan bagi angkatan Israel yang baru (yang sebentar lagi akan
masuk Kanaan) landasan dan motivasi yang diperlukan untuk mewariskan tanah yang
dijanjikan dengan memusatkan perhatian kepada tabiat Allah dan perjanjian-Nya
dengan Israel. (2) Ulangan merupakan “Kitab Hukum Kedua” karena didalamnya
Musa, pemimpin Israel yang berudia 120 tahun, menyatakan kembali dan merangkun
(dalam bentuk khotbah) sabda Tuhan yang terdapat di dalam keempat kitab
sebelumnya. (3) Ulangan merupakan “Kitab Kenangan”. Nasihat yang khas dari
Ulangan ialah, “Ingatlah ... dan jangan melupakan.” Daripada mengemukaka usaha
untuk mencari “kebenaran baru”, Ulangan menasihati Israel untuk mempertahankan
dan menaati kebenaran yang sudah dinyatakan Allah sebelumnya dalam Firman-Nya
yang mutlak dan tidak berubah. (4) Dasar pikiran yang penting dalam kitab ini
adalah rumusan “imam-tambah-ketaatan”. Israel dipanggil untuk mempercayai Allah
dengan segenap jiwa raga dan menaati perintah-perintah-Nya dengan tekun. Iman-
tambah-ketaatan akan memungkinkan mereka mewarisi janji-janji berkat Allah yang
penuh; ketiadaan iman dan ketaatan, pada pihak lain, akan mengakibatkan
kegagalan dan hukuman. [32]
Pemahaman
terhadap Konteks Dekat
Khotbah
yang kedua dari Musa yang menentukan mengenai ketentuan-ketentuan Perjanjian.
Musa mengakhiri uraian ini dengan anjuran agar Israel taat atau sebagai nasihat
dalam penutup berdasarkan perjanjian yang telah dibuat antara Tuhan dengan
mereka. Bagian penutup ini mengingatkan orang Israel akan kewajiban-kewajiban
dan hak-hak istimewa mereka dalam hubungan perjanjian. Pasal 16 Hari ini. Pelaksanaan janji-janji ini
menuntut ketaatan sepenuhnya dari pihak Israel. Bnd Ibr. 4:7. Pasal 17 Menerima Janji. Barangkali ini adalah
istilah hukum, yang dihubungkan dengan pembebanan kewajiban-kewajiban
berdasarkan perjanjian, dan barangkali dikaitkan dengan beberapa tanda
persetujuan umat yang tidak disebutkan dengan cara apapun. Pasal 19 Dia ata segala bangsa. Upah gemilang
bagi Israel yang setia dan taat. Bnd 28:10.
Skema
Kitab Ulangan dapat dibagi menjadi 4
(empat) bagian besar yaitu: Pertama, Khotbah
yang pertama (pas. 1:1-4:43) memuat pokok perbuatan-perbuatan Allah. Pimpinan.
Tuntutan Tuhan diikhtisarkan (pas. 1-3), dan anjuran agar umat Israel mentaati
perintah-perintah Tuhan dan mengingat segala kebaikan-Nya kepada mereka sampai
saat itu (pas. 4). Kedua, Khotbah
yang kedua (pas. 4:44-26:19) memuat pokok-pokok Hukum Allah. Undang-undang
Dasar (pas. 5-11), kesepuluh Firman diulangi lagi dengan uraian khusus tentang
hal kesetiaan kepada Tuhan. Selanjutnya ketentuan-ketentuan Perjanjian (pas.
12-26). Ketiga, Khotbah yang ketiga
(pas. 27-30) memuat pokok-pokok Perjanjian dengan Allah. Setelah semua
perintah/undang-undang Tuhan dicatat, Perjanjian antara Israel dengan Tuhan
diperbaharui (27:1-10). Kemenangan, damai sejahtera dan kesuburan tanah
sehingga berhasil dan kekayaan (28:1-14), tetapi jika mereka tidak setia, ada
beberapa kutukan menimpa mereka (28:15-68) dam Musa memanggil Israel kepada
suatu penyerahan/pengabdian diri kepada Tuhan (pas. 29-30). Keempat, Kejadian-kejadian akhir (pas.
31-34), memuat amanat Musa kepada Yosua dan kepada orang-orang Lewi (pas. 31),
nyanyian Musa (pas.32), Musa memberkati seluruh suku (pas.33) dan Musa meninggal
(pas. 34).[33]
[1]
Andrew E. Hill & John
H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1998), 228.
[2]
Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama (Bandung:
Bina Media Informasi), 113-114.
[3] Dianne Bergant & Robert J.
Kanis, Lembaga Biblika Indonesia Tafsir
Alkitab Perjanjian Lama, ( Yogjakarta: Kanisius, )197.
[4] Herbert
Wolf, Pengenalam Pentateukh (Malang:
Gandum Mas, 1998), 291.
[5] I.J. Cairns, Tafsiran Alkitab-Kitab Ulangan Ps. I-II
(Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 4.
[6] S. Kaufman, The Structure of Deutoronomic Law, Maarav 1,2 (1978), 105-108.
[7]
Dianne Bergant & Robert
J. Kanis, Lembaga Biblika Indonesia
Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, ( Yogjakarta: Kanisius, ), 198.
[8]
Andrew E. Hill & John
H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1998), 237
[9] Ibid, 238
[10] Ibid, 239.
[11]
Andrew E. Hill & John
H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1998), 35.
[12] Ibid, 43
[13] Ibid, 46
[14]
Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,(
Malang: Gandum Mas, 2010), 273.
[15]
Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1984), 68.
[16]
Dianne Bergant & Robert
J. Kanis, Lembaga Biblika Indonesia
Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, ( Yogjakarta: Kanisius, ), 198.
[17]
Andrew E. Hill & John
H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1998), 226.
[18]Ibid, 225.
[19] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama (Bandung:
Bina Media Informasi), 110.
[20]
Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,(
Malang: Gandum Mas, 2010), 273.
[21]
Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1984), 68.
[22]
Andrew E. Hill & John
H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1998), 228.
[23]
Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,(
Malang: Gandum Mas, 2010), 274.
[24]Andrew E. Hill & John H.
Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1998), 225.
[25] Ibid, 226.
[26]
Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1984), 68.
[27]
Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama (Bandung:
Bina Media Informasi),111.
[28]Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,(
Malang: Gandum Mas, 2010), 274.
[29]
Samuel J. Schultz. Survei Perjanjian Lama Bagian I Kejadian-Ester (Jakarta:
Evangelical Training Association), 54.
[30]
Andrew E. Hill & John
H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1998), 229-230.
[31]
Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1984), 69.
[32]
Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,(
Malang: Gandum Mas, 2010), 274.
[33]
Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 1984), 70.
No comments:
Post a Comment