Instagram

Friday, February 19, 2016

Studi Genre, Bentuk dan Skema Kitab Ulangan




Tugas                                       : Studi Genre, Bentuk dan Skema Kitab Ulangan
Mata Kuliah                            : Eksegese Perjanjian Lama
Dosen pengampu                    : Dr. Harianto D.Th


Genre, Bentuk, dan Skema
Genre
Bentuk sastra (genre) dari Kitab Ulangan ini adalah kitab-kitab hukum karena kitab ini berisikan campuran antara hukum agama dan hukum sipil, juga beberapa kisah yang lebih tepat disebut ssastra cerita sejarah. Ulangan merupakan pangkal pokok dalam kehidupan Israel kuno. Isinya menyimpan tradisi yang kuno pada waktu pemunculannya. Beberapa tradisi hukum yang diturunkan oleh aliran Ulangan mempunyai asal usul pada zaman pra Israel dari Timur Tengah kuno. Klausule dokumen yang paling mungkin dalam Ulangan adalah perintah bahwa sesudah umat Israel sampai di negeri Perjanjian mereka harus mendirikan batu-batu besar dan menuliskan hukum Taurat padanya (27:2-3; bdg. Yos. 8:30-31). Pasal 31-32 adalah bagian saksi. Musa diperintahkan untuk menggubah sebuah nyanyian yang berfungsi sebagai saksi (31:19-22; bdg. 32:39-43, dimana nyanyian tersebut meliputi sumpah Tuhan); baik Kitab Taurat maupun langit dan bumu dipanggil sebagai saksi (31:26-28). Berkat-berkat dan kutuk terdapat di pasal 28. Kitab Ulangan sebagai sebuah dokumen resmi yang mengesahkan suatu hubungan formal antara Tuhan dan Israel, dengan Tuhan sebagai raja yang berkuasa dan Israel sebagai raja bawahan. Fakta raja bawahan di Timur Dekat kuno memberikan pada kita latar belakang sastra untuk memahami kitab Ulangan. Fakta raja bahawan di Timur Dekat kuno memberikan juga pada kita latar belakang sastra untuk memahami kitab Ulangan. Fakta yang baku meliputi (1) prakata yang memperkenalkan pembicara, biasanya raja yang berkuasa, pemrakarsa pakta itu; (2) Prolog sejarah yang menekankan kebajikan dan kekuasaan penguasa itu; (3) ketetapan-ketetapan yang memerincikan apa yang diharapkan dari raja bawahan itu; (4) pernyataan mengenai pengunjukan dokumen, tempat penyimpanan atau syarat-syarat untuk dibaca secara berkala; (5) daftar saksi-saksi, biasanya ilah-ilah; dan (6) kutukan atau berkat yang akan dinyatakan oleh ilah-ilah itu sesuai pelaksanaan ketetapan-ketetapan itu. [1] Inti kitab Ulangan dan Kitab-Kitab Sejarah Deuteronomis adalah hubungan kasih antara umat dengan Allah dan dengan sesamanya adalah Kasih Allah. Kasih Allah mendahului segalah tuntutan Allah kepada umat yang nyata dalam berbagai peraturan, ketetapan, dan hukum yang terdapat dalam kitab Ulangan. Allah mengikat perjanjian dengan Israel bukan karena kehebatan atau kebaikan Israel, melainkan semata-mata karena kasih Allah (Ul. 7:7-9). Deuteronomis juga sangat menekankan tauhidnya yang dapat kita baca dalam Ulangan 4:19 dan seterusnya; 6:4. Hukum yang pertama dalam dekalog Ulangan ialah larangan menyembah ilah lain (Ul. 5:6,7). Tauhid dan larangan menyembah ilah lain sangat penting pada zaman Ulangan. Dan juga kitab Ulangan mengenai hukum kewajiban yang harus dilakukan kepada Allah yang telah menyelamatkan, yaitu mengasihi Allah dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan (Ul. 6:5).seorang Begitu juga bagaimana seharusnya seorang raja mewujudkan kasihnya kepada bangsanya, Ia harus memerintah dengan yang benar dan adil, sesuai ketetapan, peraturan, dan hukum Allah (Ul. 17:14-20), bagaimana seorang hakim mengasihi sesamanya, ia harus melakukan peradilan yang benar dan adil (Ul. 16:18-20), ia harus mampu menghapus hutang sesama yang tidak mampu mengembalikan pinjamannya (Ul. 15:1-11). Kewajiban yang harus dilakukan umat adalah semua yang diatur dalam bagian Kitab Ulangan yang disebut hukum Deuteronomis, terutama yang terdapat dalam Ulangan 12-26 yang diakhiri dengan ucapan berkat kutuk sebagai penutup dari semua tuntutan itu (Ul. 28).[2] 
Kitab Ulangan merupakan salah satu kitab yang paling penting dan berpengaruh di antara kitab-kitab Ibrani. Kitab ini menyajikan pandangan teologis yang mempengaruhi nabi-nabi terdahulu (Yosua, Hakim-Hakim, Samuel, dan Raja-Raja), sekarang dikenal sebagai Sejarah Deuteronomis Israel. Kitab Ulangan juga mempengaruhi sejarah Tawarikh Israel ( Tawarikh, Ezra, dan Nehemia). Penafsiran kembali secara Deuteronomis atas pokok-pokok penting dari hukum kuno dan sejarah Israel menyajikan suatu pola bagi para rabi, yang menerbitkan Misnah dan Talmud. [3] Kitab terakhir dalam Pentateukh ini memperoleh namanya dari kata Yunani deuteronomion touto di Ulangan 17:18, yang berarti “pemberian hukum yang kedua.” Sebenarnya ungkapan ini dalam naskah Ibrani lebih tepat berarti “salinan hukum ini,” tetapi penggunaan yang populer dari “hukum kedua” menghubungkan kitab ini dengan Perjanjian Sinai dari Kitab Keluaran, yang berhubungan erat dengan Kitab Ulangan. Bersama dengan pengulangan Sepuluh Hukum dalam pasal 5, Kitab Ulangan berisi banyak hukum yang sama dengan yang ditemukan dalam Kitab Keluaran, terutama dalam Kitab Perjanjian (Kel. 21-23).
Kitab Ulangan lebih banyak ditulis mengenai struktur kesusasteraan Kitab Ulang daripada tentang salah satu dari keempat Kitab Pentateukh lainnya. Hal ini disebabkan oleh kesamaan-kesamaan yang menggugah rasa ingin tahu antara Kitab Ulangan dengan pakta-pakta Timur Dekat pada zaman purbakala. Garis besar Kitab Ulangan mempunyai kesamaan dengan ciri-ciri utama sebuh pakta, terutama sekali pakta-pakta orang Het pada akhir milenium kedua SM.[4] Yang paling penting untuk memahami struktur kitab ini adalah logika pengorganisasian dari bagian ketetapan-ketetapan. Struktur Kitab Ulangan ini terbagi menjadi tiga unsur; pertama, Kitab Ulangan sebagai suatu kumpulan hukum dan peraturan atau kodeks. Kedua, Kitab Ulangan sebagai suatu naskah perjanjian. Ketiga, Kitab Ulangan sebagai suatu pidato perpisahan Musa. [5] Pada tahun 1979, dalam Kitab Ulangan, dalam artikelnya Stephen Kaufman mengemukakan bahwa ps. 12-26 berhubungan dengan kesepuluh Hukum. [6] Pelayanan Musa sedang mendekati akhir. Untuk membangkutkan kepemimpinan baru dan penaklukan dan pendudukan tanah perjanjian, Musa menasehati bangsa yang telah dia pimpin keluar dari Mesir itu dengan sejumlah nasehat yang bersifat umum. Hal yang sangat penting adalah pesan-pesan Musa yang disampaikan kepada bangsanya; pertama, Musa meninjau ulang sejarah Israel. Dengan terang dan jelas dia menunjukkan bahwa syarat-syarat untuk memperoleh kebaikan YAHWEH adalah ketaatan kepada Hukum Taurat dan kesetiaan kepada YAHWEH dengan sepenuh hati. Kedua, Musa dengan jelas mengingatkan mereka bahwa mereka adalah umat perjanjian YAHWEH. Dia mengulangi kesepuluh perintah dan menunjukkan bahwa ini adalah dasar untuk hidup Kitab Ulangan tidak disajikan sebagai suatu perjanjian. Kitab Ulangan mempergunakan bentuk-bentuk dari tradisi perjanjian, tetapi disajikan sebagai suatu rentetan wajang-wejangan yang diberikan kepada Israel oleh Musa menjelang kematiannya. Ulangan adalah wasiat Musa kepada Israel, yang akan merebut Kanaan dalam waktu dekat. Ini bukan teks perjanjian atau kesepakatan. Kitab ini memang berisikan unsur-unsur bentuk perjanjian, tetapi juga berisikan bahan-bahan yang tidak dapat dimasukan ke dalam bentuk demikian (lih. Ul. 32-34).[7]
Bentuk
Konteks Kultural – Historis Umum
Di Israel, sejarah tidak dipandang hanya sebagai serangkaian peristiwa yang dinilai berkenana dengan sebab dan akibat, tetapi dilihat sebagai tindakan Allah. Sejarah adalah bukti dari pilihan Israel – pelaksanaan rincian pemilihan tersebut diketengahkan dalam pernyataan, “Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku.” Sejarah tidak mengalir secara sembarangan. Tidaklah secara kebetulan atau karena usaha manusia Israel dibawah keluar dari Mesir sesudah empat ratus tahun berada di sana dan dimpin ke negeri yang dijanjikan pada Abraham. Sejarah adalah penyataan dan menuntut tanggapan; itulah sebabnya sejarah sangat penting bagi perjanjian itu. Kenyataan bahwa Allah sudah bertindak dalam sejarah atas nama mereka merupakan panggilan nyaring dan jelas bagi umat Israel untuk menerima pemerintah Allah yang penuh kebajikan. Ditegaskan (Ul. 4) bahwa Israel harus belajar dari sejarah; nasihat ini diulang dalam Perjanjian Baru mengenai penyataan dalamsejarah tentang Allah (Rom. 15:4; I Kor. 10:1-13). Walaupun tangan Allah terlihat dalam seluruh sejarah dan berbagai pelajaran dapat ditarik dari bagian apa saja di sejarah dunia, sejarah Israel adalah unik sebagai suatu wahana yang secara khusus dirancang untuk penyataan diri Allah.[8]  Mengenai Hukum Taurat . Hal ini pasti akan membingungkan orang Israel pada zaman dahulu, karena bagi mereka tidak ada peragaan yang lebih besar dari kasih karunia Allah daripada yang ditunjukkan dalam pemberian hukum Taurat. Di Timur Dekat kuno, dewa-dewa tidak terkenal mantap dalam bertindak. Para pemuja dibiarkan untuk menebak-nebak apa yang dapat menyenangkan dewa merka atau apa yang tidak menyenangkannya, dan ini bisa berubah dari hari ke hari. Kergauan dan ketidaktentuan itu menimbulkan kebingungan yang terus menerus, dan orang hanya bisa mengira-ngira apakah ia berkenan atau tidak dengan cara menilai keberuntungannya setiap hari. Hukum Taurat mengubah itu semua bagi umat Israel. Allah mereka sudah memilih untuk menytakan diri dan memberi tahu pada mereka dengan jelas apa yang Dia harapkan dari mereka. Di Timur Dekat kuno adalah alat masyarkat untuk memerintah diri sendiri; di Israel hukum Taurat adalah penyataan Allah. Di Timur Dekat kuno, pelanggaran hukum adalah pelanggaran terhadap masyarakat; di Israel pelanggaran hukum adalah pelanggaran terhadap Allah. Hukum di Timur Dekat kuno menekankan ketertiban dalam masyarakat; hukum di Israel menekankan perilaku yang benar di pemandangan Allah.[9] Tempat Ibadah yang Sentral. Gagasan satu tempat ibadah di Israel secara simbolis berhubungan dengan konsep satu Allah. Di Timur Dekat kuno kota-kota yang berbeda mempunyai dewa pelindung yang berbeda dengan kuil-kuil yang dibangun untuk menghormati mereka. Oleh karena itu pantaslah bagi Israel, yang hanya mempunyai Allah yang Esa, untuk mempunyai satu rumah ibadah yang sah. Namun, orang dapat menjumpai banyak kuil kepada ilah yang sama di Timur Dekat kuno. Tetapi teologi mengenai kehadiran Allah yang terus-menerus di baitu suci di Yerusalem tidak memeungkinkan adanya lebih dari satu tempat peribadatan. Kehadiran Allah tidak dapat diwakilkan oleh berhala-berhala seperti di agama-agama lain. Juga upacara agamanya harus dilakukan dalam kehadiran Allah. Oleh karena itu sentralisasi penting sekali baik karena alasan-alasan teologi maupun untuk melindungi praktik keagamaan yang ortodoks. Kegagalan untuk melaksnakan sentralisasi itulah yang terus-menerus menghidupkan banyak persoalan keagamaan sebelum pembuangan.[10]
            Dalam geografi dunia fisik dari Perjanjian Lama adalah Timur Dekat kuno, yang sekrarang ini biasa dikenal sebagai Timur Tengah. Kisah-kisah Perjanjian Lama meliputi kawasan Mesopotamia di Timur, Asia Kecil atau Anatolia di Utara, Siro-Palestina dan Mesir di barat, dan semenanjung Arabia di selatan. Negara Irak dan Iran yang sekarang menempati sebagian terbesar dari Mesopotamia kuno, sementara Asia Kecil sekarang ini dikenal sebagai Turki, dan Saudi Arabia menguasahi hampir seluruh semenanjung Arab. Hampir empat perlima bagian dari sejarah Perjanjian Lama terjadi di daerah Siro-Palestina di pantai timur Laut Tengah. Wilayah ini sekrang meliputi negara Siria, Libanon, Yordania, dan Israel.[11] Palestina adalah negeri Palestina dinamai menurut bangsa Filistin (Pelishtim dalam bahasa Ibrani) yang menetap di daerah pantai Laut Tengah dari Yope sampai Gaza sekitar tahun 1300-1200 SM. Sebelum orang Filistin berimigrasi daerah itu dikenal sebagai Kanaan. Nama ini mengandung arti “negeri ungu” dan barangkali nama itu diambil dari bahan pewarna ungu yang dihasilkan oleh orang pribumi dari sejenis kerang-kerangan yang banyak terdapat di sepanjang pantai Mediterania. Palestina sering kali disebut sebagai pusat geografis dan teologis dari dunia purbakala. Negeri ini tidak hanya terletak di persimpangan jalan jalur-jalur perdagangan yang penting pada zaman purbakala, “tanah di antara” benua Afrika, Asia dan Eropa. Juga daerah Yudaisme, Kekristenan dan Islam mengawali keberadaan mereka. Luas negeri itu sekitar 150 mil dari Dan ke Bersyeba (utara-selatan) dan 100 mil dari Laut Tengah ke Sungai Yordan (timur-barat), atau kasarnya seukuran kota New Jersey. Negeri Palestina dengan mudah dalam empat daerah geografis utama yang membujur dari utara ke selatan: daratan pantai, daerah perbuktian tengah, celah Yordan, dan dataran tinggi Trans yordania (bdg. Ul. 1:6-8). Latitudinal utama atau Pembagian georgafis utama Palestina melintang dari timur ke barat berkaitan dengan segi-segi geografis negeri itu dan tapal batas politis dari dua kerajaan Israel yang pecah. Pembagian ini meliputi daerah Galilea di utara, Samaria di daerah utara-tengah Palestina. Yehuda di bagian selatan-tengah Palestina, dataran Negev (atau Padang rumput” kering) di selatan, dan semenanjung Sinai yang membentuk perintang besar antara Palestina dan Mesir.[12] Lembah Yordan adalah Lembah sungai Yordan atau celah Yordan, adalah lembah geologis besar yang mulai di Siria di pegunungan Libanon dan membujur ke selatan sampai ke Teluk Akaba dan Laut Merah. Lembah sungat Yordan yang membentuk perbatasan timur Palestina adalah bagian dari parit geologis yang berigi-rigi. Pada zaman dulu daerah sekitar Danau Galilea berpenduduk sangat padat dan secara intensif diolah dan ditanam dengan memakai irigasi. Lebih jauh lagi ke selatan, lembah sungat itu menyempit dan didapati tumbuh-tumbuhan hinga berupa hutan, tampat tinggal binatang-binatang liar pada masa Perjanjian Lam (bdg. Yer. 49:19; 50:44; Za. 11:3). Sebagian besar wilaya ujung selatan dari lembah sungai ini tidak ada penduduknya, kecuali di tempat sungai Yabok memasuki Yordan dan di Oasisi yang diari sumber-sumber Yerikho. Bukit-bukit tanah liat yang licin dan berlumpur dan tumbuh-tumbuhan yang lebat dan sejajar sepanjang lembah Yordan membuatnya tetap merupakan perintang alam antara Palestina dan dataran tinggi Trans Yordan. Laut mati tidak mempunyai saluran keluar yang alami, dan airnya yang melimpah dengan mineral mengandung kadar garam sampai 30 persen. Tebing-tebing batu kapur yang berjajar sepanjang pantai barat Laut Mati dipenuhi gua-gua yang dipergunakan sebagai tempat persembunyian untuk penyamun, pelarian politik, dan komunitas-komunitas berbagai sekte keagamaan. Di tempat inilah di antara pemandangan gua-gua yang “tandus” ini ditemukan guluang-gulungan naskah Laut Mati atau gulungan-gulungan naskah komunitas Qumran. Penduduk di pinggiran daerah padang gurun yang kering dan terpencil ini menambang endapan-endapan bijih besi dan tembaga yang dijumpai di daerah bukit-bukit di perbatasan Araba, atau terlibat dalam perdagangan dengan kafilah-kafilah yang melintasi daerah itu.[13]
Konteks Kultural – Historis Khusus
Identitas Penulis Kitab
            Ulangan ditulis oleh Musa (31:9, 24-26; bd 4:44-46; 29:1) dan diwariskan kepada Israel sebagai dokumen perjanjian untuk dibacakan seluruhnya di hadaoan seluruh bangsa setiap tujuh tahun (31:10-13). Musa mungkin menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang kematiannya sekitar tahun 1405 SM.[14] Tradisi orang Yahudi dan tradisi orang Samaria setuju bahwa kitab Ulangan dikarang oleh Musa. Dalam Neh. 8:2 disebutkan “kitab Taurat Musa”, yang dibacakan oleh Ezra kepada orang-orang Israel sebagaimana diperintahkan oleh Musa dalam Ulangan 31:9-13. Kemudian, dalam Ul. 1:5 dikatakan bahwa Musa menguraikan hukum Taurat, lalu menuliskannya dan menyerahkannya kepada orang-orang Lewi (31:9). Selain itu, kitab Ulangan dikutip lebih dari 80 kali dalam Perjanjian Baru, dan sering kali penulis-penulis Perjanjian Baru disamping mengutip juga mengatakan bahwa kitab itu dikarang oleh Musa. [15]
            Para nabi dianggap bertanggung jawab atas Kitab Ulangan ini, karena pada suatu saat segala sesuatu dari Alkitab Ibrani yang bercirikan etik teologis dianggap berasal dari lingkungan pada nabi. Tetapi, Kitab Ulangan tidaklah memperlakukan para nabi dengan baik (lih. Tafsiran Ul. 18:9-22) Penafsir lain mengatakan bahwa Kitab Ulangan mencerminkan khotbah para Lewi. Sebenarnya tidak ada contoh khotbah Lewi dalam Alkitab, maka tidak mungkin mengatakan bahwa Kitab Ulangan adalah hasil dari kegiatan semacam itu. Para bijak di Israel pernah juga dianggap sebagai penulis Kitab Ulangan ini, tetapi mereka tidak pernah muncul dalam kitab yang mengadaikan bahwa mereka yang menyusun dan menerbitkan kitab ini bagi bangsa Israel sebagai pola hidup mereka.[16] Satu alasan yang menyebabkan para pakar tidak mempertahankan hubungan Musa dengan kitab ini adalah karena kitab Ulangan mengajarkan bahwa penyembahan harus dipusatkan pada satu tempat ibadah (Ul. 12). Keberatan-keberatan ini menyebabkan mereka menolak kemungkinan bahwa berdasarkan logika Musa sudah mengantisipasi soal-soal yang berhubungan dengan pemerintahan raja yang kelak harus ditangani. Kita melihat tidak ada alasan untuk menolak bahwa kitab Ulngan ini memang merupakan catatan yang akurat dari perkataan Musa, tetapi tidaklah perlu bahwa Musa sendiri yang menuliskan perkataan itu, tetapi sifat dari kitab ini dan kesatuannya memberi kesan bahwa kitab itu ditulis tidak lama setelah perkataan itu disampaikan. [17] Teori Hipotesis dokumen, pandangan bahwa Pentateukh disusun dengan memakai beberapa dokumen, dan teori  Deuteronomistic History (teori bahwa penulis yang tidak dikenal telah menyusun kitab Ulangan).[18]
Latar Belakang Penulisan Kitab
            Kitab Ulangan seluruhnya berasal sumber Deuteronomis. Sifat dan ciri tulisan Deuteronomis sekedar mau mengulangi apa yang sudah diceritakan dan disebutkan dalam kitab-kitab sebelumnya. Tetapi penulis sumber Deuteronomis telah mengambil alih apa yang sudah ada sebelumnya dan menyusunnya kembali dalam konteks pergumulan umat zaman Deuteronomis. Dan semua ciri serta sifat dari sumber Deuteronomis ada dalam Kitab Ulangani.[19] Kitab ini berisi amanat perpisahan Musa yang dalamnya ia mengulas kembali dan memperbaharui perjanjian Allah dengan Israel demi angkatan Israel yang baru. Mereka kini sudah mencapai akhir dari pengembaraan di padang gurun dan siap masuk ke Kanaan. Sebagian besar angkata ini tidak mengingat Paskah yang pertama, penyeberangan Laut merah, atau pemberian Hukum di Gunung Sinai. Mereka memerlukan pengishan kembali yang bersemangat mengenai perjanjian, hukum Taurat, dan kesetiaan Allah, dan suatu pernyataan baru mengenai berbagai berkat yang menyet=rtai ketaatan dan kutuk  yang menyertai ketidaktaatan. [20] Selama satu generasi (40tahun) orang Israel telah mengembara di Padang gurun Sin. Sekarang tiba saatnya mereka akan mencapai tujuan utama sejak keluar dari Mesir, yaitu masuk tanah Kanaan. Akan tetapi, mereka akan menghadapi juga banyak godaan yang keras dan pencobaan yang berat di tanah baru itu, dan pemimpin baru mereka (Yosua) belum membuktikan kesanggupannya. Oleh karena itu Musa menyampaikankan beberapa khotbah kepada mereka. [21] Di kitab Ulangan, Tuhan diperkenalkan sebagai raja yang bekuasa dan pemrakarsa perjanjian. Prolog sejarah mengisahkan kembali bagaimana Tuhan sudah membwa kaum Israel keluar dari Mesir, menyatakan diri-Nya di Sinai, dan membawa mereka ke negeri yang sudah dinjanjikan-Nya pada Abraham, nenek motang mereka. Ketatapan-ketetapan memenuhi sebagian besar kitab ini. [22]
Waktu dan Alamat Penulisan Kitab
Musa mungkin menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang kematiannya sekitar tahun 1405 SM. Bahwa Musa menulis kitab ini ditegaskan oleh (1) Pentateukh Samaria dan Yahudi, (2) para penulis PL (mis. Yos. 1:7; 1Raj 2:3; 2Raj 14:6; Ezr. 3:2; Neh. 1:8-9; Dan 9:11), (3) Yesus (Mat. 19:7-9; Yoh. 5:45-47) dan penulis PB yang lain (mis. Kis. 3:22-23; Rm. 10:19), (4) para cendekiawan Kristen zaman dahulu, (5) cendekiawan konservativ masa kini, dan (6) bukti di dalam kitab Ulangan sendiri (mis. Kesamaan sususnan dengan bentuk-bentuk perjanjian yang ditulis pada abad ke-15 SM). [23] 
Teori Hipotesis dokumen, pandangan bahwa Pentateukh disusun dengan memakai beberapa dokumen, dan teori  Deuteronomistic History. Kedua teori tersebut menentukan tanggal penulisan Kitab Ulangan pada bagian akhir abad ketuju SM dan memandangnya sebagai dokumen dasar untuk pembaharuan yang dilakukan oleh Raja Yosia pada tahun 622. Kendati fungsinya dalam pembaharuan oleh Raja Yosia tak perlu dipersolakan lagi, makin banyak orang berpendapat bahwa kitab Ulangan berisi banyak bahan yang menunjuk pada masa yang lebih awal dari abad ketujuh.[24] Lebih dari lima puluh pakta seperti itu sudah ditemukan di Timur Dekat kuni yang waktunya berkisar dari pertengahan milenium-ketiga sampai pada pertengahan milenium-pertama SM. [25] Dengan memperhatikan bukti, tidak mungkin menerima pendapat beberapa sarjana bahwa kitab ini dikarang pada masa pemerintahan Yosia, kira-kira 600 tahun sesudah Musa.[26] Karena itu, Kitab Ulangan kemungkinan ditulis pada abad ke-8 SM. Menurut beberapa ahli kitab ini ditulis pada zaman pemerintahan Raja Hizkia. Ada pula yang mengatakan bahwa Kitab Ulangan ditulis di Israel Utara. Ketika Kerajaan Israel Utara dihancurkan oleh Asyur pada tahun 721 SM (band. E. W. Nicholson, Deuteronomy and Tradition. hal 58-63) gulungan Kitab Ulangan dibawa ke Kerajaan Selatan/ Yehuda dan disembunyikan di Bait Allah. Gulungan itulah ditemukan pada imam ketika diadakan renovasi Bait Allah di Yerusalem pada masa pemerintahan Raja Yosia. Raja Yosia mengadakan reformasi pada tahun 622 SM.[27]
Tujuan Penulisan Kitab
             Sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua untuk penaklukan Kanaan, maksud Musa mula-mula ialah untuk menasihati dan mengarahkan angkatan Israel yang baru tentang (1) perbuatan-perbuatan perkasa dan janji-janji Allah, (2) kewajiban mereka bertalian dengan perjanjian untuk beriman dan taat, dan (3) perlunya mereka menyerahkan diri untuk takut kepada Tuhan, hidup di dalam kehendak-Nya, serta mengasihi dan menghormati Dia dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan mereka. [28] Ketika Musa berhenti, ia mempercayakan kepemimpinan kepada Yosua dan pelayanan pengajarannya kepada para imam. Musa sekali lagi menceritakan kelahiran dan masa kanak-kanan bangsa itu, yang telah dipimpinnya keluar dari perbudakan Mesir, menuju perbatasan Kanaan dan, mengucapkan berkat untuk masing-masing suku. [29] Kitab Ulangan dimaksudkan untuk merumuskan ketaatan dan dengan demikian mendorong ketataan dan memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai perjanjian yang diadakan antara Israel dengan Tuhan di Sanai. Tujuan dari bagian ketetapan-ketetapan adalah untuk menghadapi semangat hukum. Pesan dari kitab ini adalah pesan hukum dan pesan perjanjian.[30] Musa mengajurkan umat Israel agar beriman dan taat, memperingatkan mereka tentang bahaya penyembahan berhala dan kemurtadan, dan tentang hukuman yang akan menimpa bangsa yang meninggalkan prinsip-prinsip Perjanjian Sinai. Sekaligus dia juga menjanjikan banyak berkat dari Tuhan andaikata Israel tetap setia melakukan tugasnya.[31]
Ciri Khas Penulisan Kitab
            Empat ciri khas menandai Ulangan. (1) Ulangan menyediakan bagi angkatan Israel yang baru (yang sebentar lagi akan masuk Kanaan) landasan dan motivasi yang diperlukan untuk mewariskan tanah yang dijanjikan dengan memusatkan perhatian kepada tabiat Allah dan perjanjian-Nya dengan Israel. (2) Ulangan merupakan “Kitab Hukum Kedua” karena didalamnya Musa, pemimpin Israel yang berudia 120 tahun, menyatakan kembali dan merangkun (dalam bentuk khotbah) sabda Tuhan yang terdapat di dalam keempat kitab sebelumnya. (3) Ulangan merupakan “Kitab Kenangan”. Nasihat yang khas dari Ulangan ialah, “Ingatlah ... dan jangan melupakan.” Daripada mengemukaka usaha untuk mencari “kebenaran baru”, Ulangan menasihati Israel untuk mempertahankan dan menaati kebenaran yang sudah dinyatakan Allah sebelumnya dalam Firman-Nya yang mutlak dan tidak berubah. (4) Dasar pikiran yang penting dalam kitab ini adalah rumusan “imam-tambah-ketaatan”. Israel dipanggil untuk mempercayai Allah dengan segenap jiwa raga dan menaati perintah-perintah-Nya dengan tekun. Iman- tambah-ketaatan akan memungkinkan mereka mewarisi janji-janji berkat Allah yang penuh; ketiadaan iman dan ketaatan, pada pihak lain, akan mengakibatkan kegagalan dan hukuman. [32]
Pemahaman terhadap Konteks Dekat
Khotbah yang kedua dari Musa yang menentukan mengenai ketentuan-ketentuan Perjanjian. Musa mengakhiri uraian ini dengan anjuran agar Israel taat atau sebagai nasihat dalam penutup berdasarkan perjanjian yang telah dibuat antara Tuhan dengan mereka. Bagian penutup ini mengingatkan orang Israel akan kewajiban-kewajiban dan hak-hak istimewa mereka dalam hubungan perjanjian. Pasal 16 Hari ini. Pelaksanaan janji-janji ini menuntut ketaatan sepenuhnya dari pihak Israel. Bnd Ibr. 4:7. Pasal 17 Menerima Janji. Barangkali ini adalah istilah hukum, yang dihubungkan dengan pembebanan kewajiban-kewajiban berdasarkan perjanjian, dan barangkali dikaitkan dengan beberapa tanda persetujuan umat yang tidak disebutkan dengan cara apapun. Pasal 19 Dia ata segala bangsa. Upah gemilang bagi Israel yang setia dan taat. Bnd 28:10.
Skema
            Kitab Ulangan dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian besar yaitu: Pertama, Khotbah yang pertama (pas. 1:1-4:43) memuat pokok perbuatan-perbuatan Allah. Pimpinan. Tuntutan Tuhan diikhtisarkan (pas. 1-3), dan anjuran agar umat Israel mentaati perintah-perintah Tuhan dan mengingat segala kebaikan-Nya kepada mereka sampai saat itu (pas. 4). Kedua, Khotbah yang kedua (pas. 4:44-26:19) memuat pokok-pokok Hukum Allah. Undang-undang Dasar (pas. 5-11), kesepuluh Firman diulangi lagi dengan uraian khusus tentang hal kesetiaan kepada Tuhan. Selanjutnya ketentuan-ketentuan Perjanjian (pas. 12-26). Ketiga, Khotbah yang ketiga (pas. 27-30) memuat pokok-pokok Perjanjian dengan Allah. Setelah semua perintah/undang-undang Tuhan dicatat, Perjanjian antara Israel dengan Tuhan diperbaharui (27:1-10). Kemenangan, damai sejahtera dan kesuburan tanah sehingga berhasil dan kekayaan (28:1-14), tetapi jika mereka tidak setia, ada beberapa kutukan menimpa mereka (28:15-68) dam Musa memanggil Israel kepada suatu penyerahan/pengabdian diri kepada Tuhan (pas. 29-30). Keempat, Kejadian-kejadian akhir (pas. 31-34), memuat amanat Musa kepada Yosua dan kepada orang-orang Lewi (pas. 31), nyanyian Musa (pas.32), Musa memberkati seluruh suku (pas.33) dan Musa meninggal (pas. 34).[33]





[1] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1998), 228.
[2] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama (Bandung: Bina Media Informasi), 113-114.
[3] Dianne Bergant & Robert J. Kanis, Lembaga Biblika Indonesia Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, ( Yogjakarta: Kanisius, )197.
[4]  Herbert Wolf, Pengenalam Pentateukh (Malang: Gandum Mas, 1998), 291.
[5] I.J. Cairns, Tafsiran Alkitab-Kitab Ulangan Ps. I-II (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 4.
[6] S. Kaufman, The Structure of Deutoronomic Law, Maarav 1,2 (1978), 105-108.
[7] Dianne Bergant & Robert J. Kanis, Lembaga Biblika Indonesia Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, ( Yogjakarta: Kanisius, ), 198.
[8] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1998), 237
[9] Ibid, 238
[10] Ibid, 239.
[11] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1998), 35.
[12] Ibid, 43
[13] Ibid, 46
[14] Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,( Malang: Gandum Mas, 2010), 273.
[15] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984), 68.
[16] Dianne Bergant & Robert J. Kanis, Lembaga Biblika Indonesia Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, ( Yogjakarta: Kanisius, ), 198.
[17] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1998), 226.
[18]Ibid, 225.
[19] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama (Bandung: Bina Media Informasi), 110.
[20] Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,( Malang: Gandum Mas, 2010), 273.
[21] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984), 68.
[22] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1998), 228.
[23] Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,( Malang: Gandum Mas, 2010), 274.
[24]Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1998), 225.
[25] Ibid, 226.
[26] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984), 68.
[27] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama (Bandung: Bina Media Informasi),111.
[28]Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,( Malang: Gandum Mas, 2010), 274.
[29] Samuel  J. Schultz. Survei Perjanjian Lama Bagian I Kejadian-Ester (Jakarta: Evangelical Training Association), 54.
[30] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1998), 229-230.
[31] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984), 69.
[32] Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun: Hidup Berkelimpahan,( Malang: Gandum Mas, 2010), 274.
[33] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984),  70.

No comments: