Konteks
Umum
Kitab Roma adalah kitab doktrinal
tulisan Rasul Paulus yang paling logis dan sistematis. Dipengaruhi oleh
kenyataan-kenyataan di Roma, kitab ini adalah suatu dokuman yang “langka”. Ada
sesuatu yang terjadi yang menyebabkan Paulus untuk menulis surat ini. Sebagai
tulisan Paulus yang paling bersifat netral, di dalamnya cara Paulus menghadapi
permasalahan yang ada (barangkali kecemburuan yang terdapat diantara
orang-orang Yahudi yang percaya dengan kepemimpinan kafir, bandingkan pasal
14:1-15:13) merupakan pernyataan yang jelas dari Injil beriikut penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pemberitaan
injil oleh Paulus di kitab Roma telah mempengaruhi kehidupan gereja di segala
zaman. Memahami kitab Roma adalah memahami Kekristenan! Surat ini membentuk
kehidupan dan pengajaran Yesus menjadu suatu batu dasar kebenaran bagi gereja
di segala zaman. Martin Luther berkata mengenai kitab Roma: “Buku terutama dari
Perjanjian Baru dan injil yang paling murni!”
Beberapa orang
menganggap Surat Roma sebagai
suatu ringkasan komprehensif dari
seluruh teologi Paulus, letapi itu asumsi yang kurang tepat dan tak berfaedah. Memang Paulus ada dalam
keadaan jiwa yang lebih reflektif
ketika ia menulis Surat Roma ketimbang sewaklu menulis surat Galatia atau
Surat-surat Korintus. Tetapi ada beberapa aspek in mikirannya yang penting yang
tidak tampak sama sekali di sini - antara lain
kepercayaannya akan kedatangan kembali Yesus (parousia), dan tentang hidup setelah mati. Apa yang dikatakannya tentang
sifat jemaat djlam Surat Roma juga
sangat terbatas dibanding dengan uraiannya yang. Lebih lengkap dalam 1 Korintus.
Surat Roma lebih baik
dipahami sebagai suatu uraian yang disusun secara lebih teratur terhadap
beberapa tema pokok yang dibahas Paulus dalam Surat Galatia dan 1-2 Korintus
(terutama 1 Korintus). Ahli terkemuka abad
kc-19, J. B. Lightfoot. pernah menulis, "Hubungan Surat Galatia dengan Surat Roma adalah
seperti hubungan model yang kasar dengan patung yang
telah selesai". Pengamatan ini cocok, namun situasi di Korintus pasti juga
di benak Paulus pada waktu itu. Mungkin Iebih tepat bila dikatakan Surat Roma adalah penguraian dari Surat Galatia, yang dipandang melalui kacamata situasi di Korintus.
Dalam Surat Roma, Paulus
tidak hanya menyiapkan diri bagi kunjungannya ke ibu kota kerajaan, ia juga
sedang memperhalus beberapa aspek pemikirannya yang ternyata dapat
disalahtafsirkan. Hal ini merupakan prioritas utama pada waktu itu, sebab
Paulus tahu netibanya di Yerusalem dengan dana yang dikumpulkan, ia harus memberikan
penjelasan yang memuaskan mengenai dirinya kepada orang Kristen Yahudi di sana.
Mungkin Surat Roma merupakan konsep dari apa yang hendak dikatakannya kepada mereka.
Oleh karena isi Surat
Roma begitu dekat hubungannya dengan surat-surat Paulus sebelumnya kepada
jemaat-jemaat di Galatia dan di Korintus, kita tidak perlu meringkaskan dengan
begitu rinci. Surat Roma dapat dibagi dalam tiga bagian utama yaitu, Bagaimana
mengenal Allah (Rm. 1-8), Israel dan keselamatan (Rm. 9-11) dan Perilaku
Kristen (Rm. 12-15).
Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling
panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan
itulah surat ini diletakkan di depan ketiga belas suratnya yang lain. Paulus
menulis surat ini dalam rangka pelayanan rasulinya kepada dunia bukan Yahudi.
Bertentangan dengan tradisi gereja Katolik-Roma, jemaat di Roma tidak didirikan
oleh Petrus atau rasul yang lain. Jemaat di Roma ini mungkin didirikan oleh
orang dari Makedonia dan Asia yang bertobat di bawah pelayanan Paulus, mungkin
juga oleh orang-orang Yahudi yang bertobat pada hari Pentakosta (Kis 2:10).
Paulus tidak memandang Roma sebagai wilayah khusus dari rasul lain (Rom 15:20).
Di surat Roma Paulus meyakinkan orang percaya di
Roma bahwa dia sudah berkali-kali merencanakan untuk memberitakan Injil kepada
mereka, namun hingga saat itu kedatangannya masih dihalangi (Rom 1:13-15; Rom
15:22). Dia menegaskan kerinduan yang sungguh untuk mengunjungi mereka sehingga
menyatakan rencananya untuk datang dengan segera (Rom 15:23-32).
Ketika menulis surat ini, menjelang akhir perjalanan
misioner yang ketiga (bd. Rom 15:25-26; Kis 20:2-3; 1Kor 16:5-6), Paulus berada
di Korintus di rumah Gayus (Rom 16:23; 1Kor 1:14). Sementara menulis surat ini
melalui pembantunya Tertius (Rom 16:22), dia sedang merencanakan kembali
keYerusalem untuk hari Pentakosta (Kis 20:16; sekitar musim semi tahun 57 atau
58) untuk menyampaikan secara pribadi persembahan dari gereja-gereja non-Yahudi
kepada orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem (Rom 15:25-27). Segera
setelah itu, Paulus mengharapkan dapat pergi ke Spanyol untuk menginjil dan
mengunjungi gereja di Roma pada perjalanannya untuk memperoleh bantuan dari
mereka bila makin ke barat (Rom 15:24,28).
Tema Surat Roma
diketengahkan dalam Rom 1:16-17, yaitu bahwa di dalam Tuhan Yesus dinyatakan
kebenaran Allah sebagai jawaban terhadap murka-Nya kepada dosa. Kemudian Paulus
menguraikan kebenaran-kebenaran dasar dari Injil. Pertama, Paulus menekankan
bahwa persoalan dosa dan kebutuhan manusia akan kebenaran adalah umum (Rom
1:18--3:20). Karena baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi berada di bawah
dosa dan karena itu di bawah murka Allah, tidak ada seorang pun yang dapat dibenarkan
di hadapan Allah terlepas dari karunia kebenaran melalui iman kepada Yesus
Kristus (Rom 3:21--4:25).
Setelah dibenarkan
secara cuma-cuma oleh kasih karunia melalui iman dan setelah mendapatkan
keyakinan akan keselamatan kita (pasal 5; Rom 5:1-21), karunia kebenaran Allah
itu dinyatakan dalam kematian kita bagi dosa dengan Kristus (pasal 6; Rom
6:1-23), pembebasan kita dari pergumulan untuk mencapai kebenaran menurut hukum
Taurat (pasal 7; Rom 7:1-26), pengangkatan kita sebagai anak-anak Allah dan hidup
baru kita "melalui Roh" yang menuntun kita kepada kemuliaan (pasal 8;
Rom 8:1-39). Allah sedang mengerjakan rencana penebusan-Nya kendatipun
ketidakpercayaan Israel (pasal 9-11; Rom 9:1--11:36).
Akhirnya, Paulus
menyatakan bahwa kehidupan yang diubah dalam Kristus mengakibatkan penerapan
kebenaran dan kasih pada semua bidang kelakuan -- sosial, sipil, dan moral
(pasal 12-14; Rom 12:1--14:23). Paulus mengakhiri Surat Roma dengan keterangan
tentang rencananya pribadi (pasal 15; Rom 15:1-33) dan ucapan salam pribadi
yang panjang, nasihat terakhir, dan sebuah kidung pujian (pasal 16; Rom
16:1-27).
Konteks
Khusus
Konteks
Dekat
Pada masa Paulus kota Roma sangat
penting. Paulus sendiri menyatakan betapa kuat keinginannya untuk memberitakan
Injil di sana. Sebagai ahli siasat memberitakan Injil, ia menyadari pentingnya
peranan jemaat Kristen di pusat kerajaan Romawi itu dan, boleh jadi hal ini
mempengaruhi bentuk Surat Roma. Asal usul jemaat yg begitu penting ini tidak
kita diketahui, dan mereka-rekanya tidaklah berfaedah. Mungkin jemaat itu
didirikan oleh orang-orang yg bertobat pada hari Pentakosta, yg kembali ke
rumah mereka di Roma dengan luapan kegembiraan karena iman mereka yg baru. Tapi
kendati orang Roma disebut dalam Kis 2, tidaklah dirinci apakah mereka bertobat
dan menjadi pengikut Kristus pada hari itu. Perjalanan antara Roma dan
kota-kota propinsi relatif mudah zaman itu, dan tentu banyak pengikut Kristus
yg bepergian melalui jalan raja kerajaan. Ketika Paulus menulis kepada jemaat
Roma, jemaat itu sudah cukup besar. Kaisar Klaudius mengusir orang Yahudi dari
Roma, yg menurut Suetonius adalah karena ‘Chrestus’. Jika pengusiran itu
berkaitan dengan jemaat Kristen, maka mungkin jumlah anggota jemaat Roma sudah
sangat besar. Besar kemungkinan bahwa anggota jemaat Roma terdiri dari Yahudi
dan non Yahudi, dan kelompok terakhir adalah mayoritas. Komposisi demikian
cocok dengan keadaan kota metropolitan di mana Yahudi adalah minoritas, dan
kemungkinan ini didukung oleh Rm. Nampaknya Paulus kadang-kadang berbicara
khusus kepada kelompok Yahudi, seperti teracu dalam sebutan Abraham ‘bapak
kits’ (Kis 4:1) dan acuan pembicaraan langsung dengan para penanya Yahudi dalam
ps 2; pada bagian lain ia berbicara kepada non-Yahudi (Kis 1:5 dab; Rom
11:13,28-31). Hanya ada sedikit acuan bahwa tradisi jemaat Roma mengikuti
aliran Kristen-Yahudi yg berpandangan sempit, maka wajar menduga bahwa
masyarakat Kristen Roma sepaham dengan Paulus. Juga tidak ada bukti perihal
ketegangan antara Yahudi dan non-Yahudi seperti nyata dalam Surat Galatia.
Suatu kehidupan yang dari Allah disedikan bagi setiap orang
yang dibenarkan karena iman. Dengan memperkenalkan dirinya kepada mereka dalam
nada yang agak lebih akrab, Paulus kembali lagi berbicara mengenai Injil
Kristus, dan dengan ini perkenalan Paulus sudah mencapai puncaknya. Di dalam
Injil Kristus kebenaran Allah dinyatakan, sehingga Dia dapat menyelamatkan
orang yang percaya dari murkaNya. Inilah tema Surat Roma. Ini sebabnya dia
rindu untuk datang dan memberitakan Injil kepada mereka. Sebenarnya dalam
bahasa aslinya Paulus berkata, Sebab aku tidak malu terhadap Injil Kristus, dan bukan
bahwa dia "mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil." Memang Paulus
sadar bahwa orang percaya selalu tetap digoda untuk malu terhadap Injil
Kristus. Dari segi pandangan manusia, Injil Kristus tidak membanggakan. Raja
kita dibunuh dengan sebuah salib, suatu kematian yang amat hina. Kita
memberitakan kasih Allah, suatu berita yang mudah dicemoohkan. ...karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan
setiap orang yang percaya...
Dia yakin bahwa Injil adalah kekuatan Allah, maka dia tidak
malu memberitakannya di Roma. Keselamatan yang diceritakan di sini adalah
keselamatan dari murka Allah, menurut pasal
5:9.
Mulai dengan pasal
1:18,
murka
Allah diceritakan. Oleh
karena murka itu adalah suatu murka yang sekarang dinyatakan atas segala macam
kejahatan manusia, maka kita boleh mengerti bahwa kuasa Allah ini menyelamatkan
orang dari hukuman dosa yang dialami sekarang (sesuai dengan penjelasan dari
murka Allah,
1:18 dst.).
Paulus
sebenarnya telah lama ingin mengunjungi orang Kristen di Roma, tetapi keinginan
tersebut selalu terhalang (Rm. 1:10-11). Menurut Roma 15:22-25, 28-32, Paulus
ingin melewati Roma dalam perjalanannya ke Spanyol. Menurut Roma 1:13-15 dan
15:15-16, Paulus ingin memberitakan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi di
Roma. Jadi, nampaknya Paulus menjadikan Roma sebagai basis untuk memperluas
pelayanannya ke bagian barat kekaisaran Roma.
Karena Paukus bukan pendiri jemaat di Roma, maka ia tidak banyak mengetahui
keadaan jemaat itu. Rupanya ia memperoleh sedikit informasi mengenai keadaan
jemaat itu. Rupanya ia memperoleh sedikit informasi mengenai keadaan jemaat di
sana dari orang-orang Kristen yang berasal dari kota Roma. Oleh karena itu,
dalam suratnya ini, ia membahas hal-hal yang berkaitan dengan keadaan nyata
jemaat. Dalam surat ini, Paulus ingin meletakkan kerangka dasar Injil yang ia
beritakan.
Konteks
Jauh
Bagian
pertama Surat Roma, merupakan suatu dasar teologis yang panjang, dimulai dengan
nats dari Nabi Habakuk: “Orang yang benar akan hidup oleh kepercayaannya” (Hab.
2:4). Disini Pulus melakukan gaya pembelaan yang sudah kita kenal dari Surat
Galatia; dan memang banyak pokok yang dikemukakannya sama dengan pokok-pokok
Surat Galatia. Semua orang, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yhudi di bawah
kuasa dosa. Di luar Kristus tidak ada jalan keluar untuk luput dari kutukan
Allah terhadao dia (Rm. 1:18-3:20). Namun terbuka kemungkinan untuk menerima
“kebenaran Allah”, yakni pembebasan dari vonis penghukuman Allah dan kuasa
untuk mendapat bagian dalam kebaikkan Allah sendiri. Ini sesuatu yang dapat
diperoleh hanya melalui iman kepada Kristus, dan bukan karena perbuatan baik
(Rm, 3:21-4:25).
Sama
seperti dalam Surat Galatia, Paulus menjelaskan tema ini dengan mengambil
contoh dari kehidupan Abraham (Rm. 4). Ia kemudian melanjutkan (Rm. 5-8) dengan
menggambarkan hasil hubungan baru dengan Allah ini: Kebebasan dari murka Allah;
kebebasan dan perhambaan dosa; kebebasan dari hukum Taurat; dan kebebasan dari kematian
melalui pekerjaan Roh Allah di dalam Kristus. “Tetapi dalam semuanya itu kita
lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita”
(Rm. 8:37). Paulus langsung membahas persoalan inti-nomianisme dalam Roma
6:1-8:39. Ia menerangkan walaupun orang-orang Kristen dibebaskan dari semua
peraturan hukum eksternal dalam upaya memperoleh status yang berkenan kepada
Allah, mereka pada kenyataannya telah memasuki suatu jenis pelayanan lain.
Mereka bukan lagi hamba dosa (Rm. 6:17); mereka sekarang hamba Allah (Rm.
6:22). Orang-orang Kristen dibebaskan bukan untuk berbuat sesuka hatinya,
melainkan supaya “menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya” (Rm. 8:29) melalui
pekerjaan Roh Kudus dalam dirinya.
Paulus
mungkin mengutip kata-kata Yesus dalam Mar 8:38 dan Luk 9:26. Ia tidak malu
terhadap isi dari injil maupun penganiayaan yang diakibatkannya (II Tim
1:12,16,18). Dalam I Kor 1:23 Orang Yahudi malu terhadap Injil karena
peneguhannya tentang Mesias yang menderita, juga terhadap orang Yunani karena
Injil mengajarkan kebangkitan tubuh.
Injil
adalah untuk
semua manusia (Oh. betapa saya suka kata-kata "setiap orang".
"barang siapa". "semua"), namun
percaya adalah salah satu syarat untuk penerimaan (lili. Kis 16:30-31). Syarat
lain adalah pertobatan (lih. Mar 1:15: Kis 3:16.19: 20:21). Allah menghadapi
manusia dengan cara membuat perjanjian. Ia selalu mengambil inisiatif dan
menetapkan agenda (lih. Yoh 6:44.65). Namun ada
beberapa syarat-syarat
balasannya. lihat catatan pada 1:5.
Kata
Yunani. yang disini diterjemahkan sebagai "percaya". dapat juga
diterjeinahkan menjadi "iman" dan "kepercayaan (trust)".
Kata-kata Yunani memiliki konotasi yang lebih luas dibanding kata apapun dalam
bahasa Inggris. Perhatikan. bentuk kata ini adalah PRESENT PARTICIPLE. Iman
yang menyelamatkan adalah iman yang bersifat terns menerus (lih. I Kor 1:18:
15:2: II Kor 2:15:1 Tes. 4:14).
Aslinya
kata Ibrani yang berhubungan dibalik kata Yunani "iman" berarti suatu
kuda-kuda yang stabil. seorang laki-laki dengan posisi kaki yang terbuka
sehingga tak mudah digeser. Lawan kata dari penggambaran PL adalah "kakiku
ada dalam lumpur rawa" (Maz 40:3). sedikit lagi kakiku terpeleset"
(Maz 73:2). Akar kata Ibrani tersebut adalah emttn. emunah. aman. dipakai
untuk menggambarkan seseorang yang bisa dipercaya. loyal dan dapat diandalkan.
Iman yang menyelamatkan tidak mencerminkan kemampuna manusia yang telah jatuli
untuk berlaku setia. namun mencerminkan kesetiaan Allah! Pengharapan
orang-orang percaya tidak terletak pada kemampuan mereka. namun dalam karakter
dan janji-janji Allah. Ini adalah kebisa-dipercayaanNya. kesetianNya. dan janjiNya!
"Pertama-taina orang
Yahudi"' Alasan dari hal ini
didiskusikan
secara singkat dalam 2:9-10 dan 3 dan akan dikembangkan sepenuhnya dalam pasal
9-11. Ini mengikuti pemyataan yesus dalam Mat 10:6: 15:24; Mar 7:27.
Ini mungkin berkaitan
dengan kecemburuan antara Orang percaya Yahudi dan Non Yahudi di gereja Roma.
1:17
"kebenaran Allah" Frasa ini
dalam konteks menuujuk pada (1) karakter Allah, dan (2) bagaiinana la memberikan karakter tersebut pada manusia berdosa. Terjemahan Jerusalem Bible menulis
"ini adalah yang mengungkapkan keadilan Allah". Walau hal ini
menuujuk pada gaya hidup moral dari orang-orang
percaya, namun tekanan utamanya adalah status hokum mereka dihadapan
Hakim yang Benar. Penganugerahan Kebenaran Allah kepada manusia
yang sudah jatuh dan berdosa, sejak Reformasi. Telah dika 1 akteristikka 11 sebagai "pembenaran oleli
iman" (lib. II Kor 5:21; Flp 3:9). Inilah ayat yang telah mengubalikan
kehidupan dan teologi dari Martin Luther! Naniim demikian. sasaran dari
pembenaran adalah penyucian, keserupaan dengan Kristus, atau karakter kebenaran
Allah (lib. Rom 8:28-29; Ef 1:4; 2:10;
Gal 4:19).
Frasa ini memiliki dua PREPOSISI, ek dan eis, yang menekankan pada
transisi atau pembangunan. Ia menggunakan struktur yang sama dalam II Kor 2:16
dan apo
dan eis dalam II
Kor 3:18. Kekristenan adalah anugerah yang diharapkan akan menjadi
karakteristik dan gaya hidup. Ada beberapa kemungkiiian dalam penterjemahan frasa ini. PB dari
Williams menterjemahkannya sebagai "Jalan dari iman yang memimpin kepada
iman yang lebih besar". Titik teologis utama disini adalah: (1) iman
datang dari Allah ("dinyatakan"); (2) manusia hams menanggapi dan
terns menanggapi; dan (3) iman hams nienghasilkan kehidupan kudus. Satu hal yang pasti, "iman" dalam Kristus adalah sangat
penting (lib. 5:1, Flp 3:9). Penawaran Allah akan keselamatan tergantung
daiipada tanggapan iman (Mar 1:15; Yoh 1:12; 3:16; Kis 3:16, 19:20:21).
Ini
adalah kutipan dari Hab 2:4. nannm bukan dari Naskah Masoratis atau
Sepaiaginta. Dalam PL "iman" memiliki arti pengga kepada".
Iman yang menyelamatkan didasari oleh kesetiaan Allah (lih 3:5,21,22,25,26).
Bagaimanapun kesetiaan manusia adalah suatu bukti bahwa seseorang telah
mempercayai syarat-syarat Allah. Teks PL yang sama dikutip dalam gal 3:11 dan
Ibr 10:38. Unit tulisan yang berikut, Roma 1:18-3:20. mengungkapkan lawan dari
kesetiaan Allah.
Sitz
Im Leben
Gendre
Logical discourse. Genre kesusastraan Alkitab ini juga disebut kesusastraan
berbentuk ‘surat’ dan menunjuk pada surat-surat di Perjanjian Baru, dari mulai
Kitab Roma sampai Yudas.
Sastra surat-surat dalam PB yang biasa disebut
sebagai epistel (epistolary literature), banyak kesesamaannya dengan jenis
tulisan sastra dalam tradisi Hellenisme. Stereotip tulisan itu selalu mempunyai rangka:
1)
Pembukaan surat (prescript), yang berisi penulis,
orang yang dialamatkan dan salam yang berisi harapan atau keinginan untuk
sehat, mohon doa restu dan informasi lainnya.
2)
Batang tubuh surat mengungkapkan isi surat, yang
berasaskan dia kepada Allah, rasa terima kasih, pemahaman situasi penulis atau
kenangan bersama dan hubungan penulis dan orang
yang dialamatkan, dan barulah menyentuh isi surat, apa yang diminta, harapan
perkunjungan atau tantangan yang perlu dihadapi.
3)
Akhir surat, yang diikuti salam penutup, termasuk
keinginan akan kesehatan orang yang dialamatkan atau orang-orang yang dikenal.
Dari jenis surat itu banyak kesamaannya dengan
jenis-jenis surat dalam PB, terlebih-lebih bentuk koresponden pribadi dalam
waktu Hellenisme.
dialamatkan,
dan barulah menyentuh isi surat, apa yang diminta, harapan perkunjungan atau
tantangan yang perlu dihadapi.
1)
Tulisan Paulus, yang tidak
dipermasalahkan Paulus sebagai penulisnya. Tulisan itu ditulis di sekitar
pertengahan abad pertama seperti Surat Roma, 1 Tesalonika, 1-2 Korintus, Filemon,
Galatia, Filipi.
2)
Tulisan Paulus, yang
dipermasalahkan karena dianggap gaya bahasa dan
isi logikanya tidak sesuai dengan identitas Paulus. Surat-surat
itu selalu disebut sebagai
Pseudo-Paulus. Surat-surat itu ialah 2 Tesalonika, Kolose dan Efesus. Surat lain
berisi masalah penggembalaan (pastoral), yang ditang-gapi oleh para penulisnya
tidak lain adalah Paulus, yaitu 1-2 Timotius dan Titus.
Surat-surat Paulus (bahasa Inggris: Pauline
epistles, Epistles of Paul, atau Letters of Paul)
adalah kumpulan sejumlah surat-surat tulisan Paulus yang kemudian menjadi kitab-kitab dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen. Ada tiga
belas surat yang dimulai dengan nama "Paulus" (Παῦλος) pada kata
pertamanya, dan dengan demikian memberikan identitas Paulus sebagai penulisnya. Di antara surat-surat ini
terkandung ajaran-ajaran paling awal dalam Kekristenan, termasuk
perdebatan prinsip dalam gereja mula-mula, munculnya aliran-aliran
yang tidak sejalan dan, sebagai bagian dari Kanon Alkitab, semua
surat ini terus menerus menjadi landasan teologi Kristiani dan etika Kristen. Surat Ibrani tidak
memuat nama "Paulus" sama sekali, meskipun pada zaman kuno dianggap
juga merupakan tulisan Paulus, pada zaman sekarang masih diragukan apakah
benar-benar tulisannya.
Surat-surat Rasul
Paulus (sama seperti surat-surat lain di Perjanjian Baru) merupakan karya
sastra yang unik. Surat-surat ini berbeda dari semua gaya surat yang ditemukan
dalam sastra di luar Alkitab. Di banyak surat yang ditulis atas papirus, salam
penutup ditulis dalam tulisan yang berbeda dari bagian lain surat itu. Surat-surat
Paulus mengikuti susunan umum ini. Yang menjadikan surat-surat ini bersifat
khusus adalah unsur pernyataan dan nasihat rasuli, yang memberikannya wibawa
khotbah-khotbah tertulis. Paulus mengembangkan salam baku yang hambar menjadi
suatu gabungan berharga dari "kasih karunia" dan "damai
sejahtera" - gagasan-gagasan yang khas kristiani dan Ibrani. Kemudian ia
mengganti bagian berikut (ucapan syukur karena kesehatan dan kebahagiaan si
penerima) dengan suatu
berkat (yaitu, ucapan syukur karena berkat-berkat
yang diterima dari Allah). Bagian utama surat-surat Paulus dimulai dengan suatu
metode terkenal yang diambil dari aturan seni pidato Yunani dan Romawi. Dalam
usahanya untuk menegakkan hubungan baik dengan para pembacanya, Paulus
mengajukan permohonan, himbauan, atau nasihat. Kadang-kadang ia menggunakan
sebuah "formula penyingkapan" (mis., "Aku mau supaya kamu
mengetahui," dan "Kami tidak mau bahwa kamu tidak mengetahui").
Pada saat lain, ia mengucapkan selamat kepada para pembacanya atas keberhasilan
pekerjaan mereka (bdg.
Flp.
1:3-6;
I
Tes. 1:2-10) dan keadaan rohani mereka yang sehat (
I
Tes. 1:4-5;
II
Tes. 1:3-4).
Surat-surat Paulus
biasanya ditempatkan di antara
Kisah Para
Rasul dan
Surat-surat
Am. Pada sejumlah naskah kuno, misalnya
minuscule 175,
325,
336, dan
1424, surat-surat Paulus
ditempatkan di akhir
Perjanjian Baru. Semua surat-surat tersebut
memuat nama
Paulus sebagai penulisnya. Sejumlah
klasifikasi memasukkan
Surat Ibrani, yang tidak memuat nama penulis,
sebagai surat-surat Paulus, bukan termasuk ke dalam
Surat-surat
Am, tetapi siapa penulis
Surat Ibrani masih
diperdebatkan sejak zaman dahulu sampai sekarang, dan banyak yang meragukan
bahwa penulisnya adalah Paulus. Pada
naskah-naskah kuno
Perjanjian Baru Surat Ibrani ditempatkan
di antara surat-surat Paulus:
Paulus
mengirimkan surat ini kepada gereja yang tidak didiri-kannya dan tidak pernah
dikunjunginya. Karena itu, tidak heran kalau dokumen ini berbeda sifatnya
dengan surat-surat Rasul yang lainnya. Ia tidak dapat mengacu kepada
kunjungannya kepada gereja itu ataupun peristiwa-peristiwa yang telah terjadi
setelah keberangkatannya. Ia pun tidak membahas dalam suratnya ini 'urusan-urusannya
dengan gereja itu'. Karena itu, pertanyaan yang pertama-tama muncul ialah,
mengapa ia sampai menulis surat itu.
Sebuah alasan meskipun hanya
suatu alasan langsung -yang dapat segera disebutkan ialah bahwa Paulus akhirnya
bermaksud, dalam memenuhi kerinduannya yang telah lama tersimpan (bnd. 1:13)
untuk mengunjungi gereja itu (15:22 dyb.). Hal ini akan memberikannya alasan
menulis sebuah surat. Namun anehnya ialah bahwa Paulus hanya sambil lalu saja
berbicara mengenai rencananya itu dan kita tentunya tidak dapat mengata-kan
bahwa rencana-rencana itu adalah tenia suratnya. Pada kenyataannya surat ini
memberikan kesan sebagai suatu risalat. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah
Paulus, sehubungan dengan niat kunjungannya itu, mengirimkan risalat demikian
hanya kepada orang-orang di Roma.
Kalau
demikian halnya, dari sudut pandang yang murni sastra, dokumen ini akan
menyajikan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa yang telah kita
bicarakan sejauh ini dalam semua surat Paulus, di mana isi suratnya selalu
mempunyai kaitan langsung kepada keadaan jemaat. Kita masih akan memiliki surat menurut definisi
Deissmann, tetapi surat itu telah berkembang begitu jauh sehingga
menjadi suatu 'episteF. Sejauh menyangkut masalah tafsiran, hal ini berarti
bahwa kita tak perlu menaruh perhatian apa pun kepada situasi di Roma. Kalau
surat itu meru-pakan risalat, maka pada prinsipnya ia, mungkin telah dikirimkan
ke
mana-mana, dan kita harus
mempertimbangkan keadaan itu hanya sejauh hal itu berhubungan dengan keadaan
umum jemaat-jemaat Paulus, seperti yang dilihat oleh rasul itu pada masa itu.
Karena itu, masalah corak sastra dokumen ini merupakan masalah
pengantar yang cukup penting. Bila kita salah menjawabnya, jelas kita akan
dibawa kepada kesalahpahaman akan keseluruhan dokumen itu. Kita akan memeriksa masalah ini langkah demi
langkah. Dalam 15:22-26 Paulus menulis, 'Itulah sebabnya aku selalu terhalang
untuk mengunjungi kamu. Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai topos (tempat kerja) di daerah ini (yaitu di
Timur) dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku
harap dalam perjalananku ke Spanyol (aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu
dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana . . .) Apa yang diuraikan rasul di sini adalah confessiones-nya.y Hal ini berhubungan, demikian Feine-Behm, khususnya
dengan latar belakang Yahudinya, yang di sini harus dihadapinya. 'Untuk alasan
itu surat ini memberikan kesan lebih sebagai suatu mo-nolog ketimbang sesuatu
yang ditulis untuk orang lain.' Peralihan baru pekerjaan penginjilan itu
membawanya pada tindakan pe-meriksaan diri serta penjelasan, untuk menyusun suatu neraca keseimbangan atas kegiatan-kegiatannya
selama ini. Usul-usul ini cukup penting untuk persoalan kategori sastra bila
kita meng-golongkan surat ini, karena confessiones
ini - paling tidak secara teoritis -
dapat dikirim ke mana saja oleh Paulus. Tetapi dapatkah kita sungguh-sungguh
menggambarkan surat ini secara tepat sebagai suatu monolog? Dan bila kita
membahas masalahnya dari sudut pandang psikologis dan mengatakan bahwa saat itu
merupa-kan saat yang tepat bagi Paulus untuk meninjau ulang pelayanan.
Perlawanan
terhadap rasul tidak muncul karena masalah antara Kekristenan Yahudi dan bukan
Yahudi, melainkan antara Kekristenan dan Gnostisisme (meskipun benar bahwa yang
kedua itu mengambil bentuk Kristen-Yahudi). Untuk itu hanya ada satu kekecualian - yaitu
Yerusalem. Bila kita memandang ke belakang pada Sidang para Rasul, Paulus
mungkin sekali telah mengatakan bahwa ada satu masalah di sini. Karena itu, Fuchs3"
telah meng-usulkan bahwa Yerusalem itulah yang secara rahasia menjadi alamat
surat Roma. Bagaimanapun, hal ini sama sekali tidak menyelesaikan masalahnya,
karena surat Roma bukanlah sebuah surat rahasia untuk Yerusalem, melainkan
jelas merupakan surat untuk Roma. Kendati masalah-masalah ini memang Paulus
hadapi di Yerusalem (dan jelas memang inilah masalahnya), hal ini tidak
menjelaskan apa sebabnya ia mengirimkan surat itu - seperti yang terpaksa harus
kita katakan - kepada 'alamat yang rahasia'. Sudah tentu, mungkin saja bahwa
dalam menulis surat ini Paulus (dalam batas-batas tertentu) membayangkan
masalah-masalah di Yerusalem.
Cukup
penting untuk persoalan kategori sastra bila kita menggolongkan surat ini,
karena confessiones ini -
paling tidak secara teoritis - dapat dikirim ke mana saja oleh Paulus. Tetapi
dapatkah kita sungguh-sungguh menggambarkan surat ini secara tepat sebagai
suatu monolog? Dan bila kita membahas masalahnya dari sudut pan dang psikologis
dan mengatakan bahwa saat itu merupa-kan saat yang tepat bagi Paulus untuk
meninjau ulang pelayanan-nya selama ini, apakah akan dapat dimengerti, atau
lebih di-mengerti, kalau surat ini mengambil bentuk surat perpisahan kepada
jemaat-jemaat yang telah didirikannya? Mengapa Paulus menujukan confesiones-nya ini secara khusus kepada Roma?
Kita harus berupaya untuk mendapatkan alasan untuk hal itu.
Michel30' memberi penjelasan lebih lanjut. Ia berpendapat
bahwa dalam 'surat didaktis'
ini Paulus memaparkan suatu apologia. 'Masalah sesungguhnya yang membangkitkan
perlawanan berulang-ulang kepada rasul ini ialah hubungan antara Yudaisme dan
paganisme (kekaflran) atau Kekristenan asal Yahudi dan Kekristenan bukan Yahudi
dalam pemberitaannya.' Pemberitaan Paulus membuat ma rah "sinagoge"
dari waktu ke waktu, dan Paulus tentunya takut bahwa gereja Roma akan
mempercayai laporan buruk mengenai dia. Karena itu, Michel secara khusus
menolak penggambaran surat ini sebagai suatu confessio.
Sub
Gendre
Sub-genre dari
sastra tulisan PB ditemukan banyak jenisnya1", yaitu:
1.
Topos dalam Rm. 13 dan 1 Ptr. 4:7 - 5:11.
2.
Daftar sifat buruk dan kebajikan (1 Kor.
5:10-11; Kol. 3:12-14; Rm. 1:29-31; 1 Kor. 6:9-10; 2 Kor. 6:6-7; Gal. 5:19-23;
Ef. 6:14-17; Flp. 4:8; Tit. 1:7-8; Yak. 3:17; 1 Ptr. 4:3; 2 Ptr. 1:5-8; Why.
9:20-21).
3.
Daftar keadaan sekitar (2 Kor. 12:10;
11:23-28).
4.
Daftar aturan perilaku dalam persekutuan
Kristen (Ef. 5:21 -6:9; Kol. 3:18 - 4:1; 1 Tim. 2:1-15; 5:1-21; Tit. 2:1-10; 2
Ptr. 2:13 - 3:7).
5.
Ucapan hikmat (Gal. 5:9; 1 Kor. 15:33; Ef.
5:16).
6.
Pernyataan konfessi (Rm. 10:9; 1 Tim. 3:16).
7.
Nyanyian pujian (Flp. 2:6-11).
8.
Metafora (1 Kor. 3:9b; 2 Ptr. 2:17a; Yak.
3:6a; 1 Kor. 6:19a).
9.
Diatribe [kecaman tajam] (Rm. 6; Yak.
2:18-22).
10. Captatio bene
volentiae (Rm. 7:1; 1 Kor. 9:24) di mana penulisnya membujuk si
pendengarnya/pembacanya sesuatu yang diketa-huinya.
11. Rangkaian kata yang
berisi suatu gagasan (Rm. 5:3-5; 2 Ptr. 1:57) atau yang berisi pertanyaan
retorik (Rm. 8:31-32), personifi-kasi (Yak. 1:15), suatu ikatan atau kekhususan
(bnd. Istilah "satu" dan semua dalam Ef. 4:4-6; istilah "baik
maupun" dalam Rm. 8:38-39).
Surat
yang didiktekan (Paulus memperkembangkan gagasannya dalam saat mendikte) kepada
seorang penulis Tertius (Rom 16:22)
dalam bahasa Yunani melengkapi kekurangan sistema dan kelengkapan ajaran dengan
suatu dinamika yang hidup dan asli. Pada umumnya menyolok sekali corak khotbah
di situ. Uraian theologi dan nukilan-nukilan perenetis dibuat bergantian (bdk.: Rom 6:1-14). Penafsiran PL (oleh Paulus) merupakan cara penguraian
yang lazim sekali dalam Yudaisme pada saat itu dan kini kadang-kadang asing
sekali bagi kita. Di situ nampak jelas adanya susunan yang tertentu: (1)
Pendahuluan: Salam dan hubungannya dengan Roma (Rom 1:1-17). (2) Bagian utama:
a) Injil tentang kebenaran Allah dan dibenarkannya manusia atas dasar
iman (Rom
1:18-8:39).
b) Tempat bangsa Isr. di dalam rencana keselamatan Allah (Rom
9:1-11:36).
c) Petunjuk-petunjuk praktis (Rom 12:1-15:13).
3)
Penutup: Salam dan
permintaan perhatian (Rom 15:14-16:24)
serta doksologi (Rom 16:25-27).
Sitompul A.a. & Beyer U. Dr, Metode
Penafsiran Alkitab, (Jakarta: Gunung Mulia, 2008),243.